Pasuruan – Pertarungan di dalam batin dan mimpi masa kecil dapat menjadi pendorong yang kuat untuk berkarya. seorang seniman yang berasal dari Tretes, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur yang bernama Ahmad Kodrat. Dengan memanfaatkan teknik pen and ink yang telah ia kuasai selama bertahun-tahun, Kodrat mengolah pengalaman pribadinya menjadi karya seni visual yang otentik dan emosional.
Dalam karyanya yang berjudul Gemini, Kodrat mengekspresikan kegelisahan yang muncul akibat konflik di dalam dirinya sendiri. Ia menggambarkan simbol zodiak Gemini, dua kepribadian dalam satu tubuh sebagai metafora dari pertarungan batin saat menghadapi keputusan dalam hubungan asmara.
"Jadi pada saat pembuatan karya ini, terjadilah pergejolakan didalam hati karena urusan asmara. Aku pingin terus ngelanjutin hubungan, tapi diriku yg lain berkata sebaliknya.’’ tuturnya.
Konflik tersebut divisualisasikan melalui sosok tengkorak yang menggenggam pisau, seolah ingin menusuk tengkorak lainnya di sisi kiri. Kodrat menjelaskan bahwa ini merupakan simbol dari membunuh sisi diri yang tidak dapat dipertahankan lagi. Tengkorak bersayap yang muncul dalam karya ini melambangkan pikiran liar yang tiba-tiba muncul, sedangkan tengkorak di sisi kanan yang menutup mata, dikelilingi oleh tengkorak bersayap lain, mencerminkan rasa kecewa, kecemasan, dan perdebatan yang tak berujung dalam pikirannya.
Sementara itu, karya lain yang berjudul Ifrit merupakan karya yang muncul dari impian masa kecil. Sejak ia duduk di bangku kelas 5 SD, Kodrat pernah membaca sebuah komik yang membuatnya merinding. Ia sempat ingin meniru salah satu panel dalam komik tersebut, namun saat itu ia merasa kurang percaya diri dengan kemampuan menggambarnya.
“Terus setelah 18 thun berlalu, akhirnya ada kesempatan buat bikin ini, dengan bekal ilmu menggambat yg oke, akhirnya percaya diri buat bikin salah 1 panelnya itu. Dan seperti yg bisa diliat, mungkin bbrapa tahun kedepan seiring berkembangnya skill, mungkin bakal di remake lagi.’’ jelas Ahmad.
Menurutnya, karya Ifrit bukan hanya sekedar tanggapan visual terhadap gambar lama, melainkan juga merupakan respon terhadap keinginan yang telah ia simpan sejak kecil. Ia pun tidak menutup kemungkinan untuk meremakannya di masa yang akan datang seiring dengan peningkatan keterampilan teknisnya.
Ahmad Kodrat mengaku tidak banyak mengambil referensi dari luar. “Aku cuma masukin di bawah 20% referensi luar, sisanya balik ke diri sendiri,” ungkapnya. Ia masih menyukai panorama dan seni modern, tetapi memilih untuk menyajikannya dalam bentuk seni gelap sesuai dengan identitasnya.
Melalui karya-karyanya, Kodrat tidak hanya menyampaikan mencerita, tetapi juga memperlihatkan bagaimana seni bisa menjadi ruang dialog antara diri, pengalaman, dan waktu. (Bayu Prasetya - Mahasiswa KPI semester 4)
0 Komentar