Biografi: As-Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Hasani Murobbi Sejati dari Tanah Suci

 

Mengulas perjalanan hidup tokoh seperti Abuya As-Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Hasani secara lengkap bukanlah perkara mudah. Bukan karena langkanya sumber data, namun justru karena padatnya data dari berbagai aspek kehidupan beliau sebagai tokoh yang menjadi Khazanah Majami’ Al-khair (Gudang segala kebaikan).

As-Sayyid Muhammad bin Alawi bin Abbas bin Abdul Aziz Al-Maliki Al-Hasani atau lebih akrab dipanggil dengan sebutan Sayyid Maliki atau Abuya adalah seorang ulama besar asal Arab Saudi. Beliau lahir pada tahun 1365 H/1946 M, di kota suci Makkah, berasal dari keluarga Al-Maliki Al-Hasani yang terkenal.

Kecerdasan Abuya terlihat sejak kecil, beliau telah hafal Al-Qur’an pada usia tujuh tahun dan hafal kitab Al-Muwattha’ (kitab hadits karya Imam Malik sebagai kitab tertua) pada usia 15 tahun. Oleh karena itu, Abuya kerap dijuluki  Al-Muwattha’ berjalan”.

Nasabnya hingga pada Sayyid Hasan, cucu Rasulullah SAW.  Abuya berdomisili di tanah haram, Makkah Al-Mukarramah. Di Makkah keluarganya dikenal sebagai keluarga yang berilmu, berwibawa, dan berpengaruh luas. Lima generasi di atasnya tercatat dalam sejarah negeri sebagai Ulama’ Mufti di Tanah Suci. 

Riwayat Pendidikan

Pendidikan pertamanya adalah madrasah Al-Fatah Makkah, dimana ayah beliau sebagai guru agama di sekolah tersebut. Setelah  ayah beliau wafat,  Abuya tampil sebagai penerus ayahnya dengan kemampuan yang memadai, ia mengajar di Masjidil Haram secara halaqah. Di usia 25 tahun, Abuya meraih gelar doktor ilmu hadits di Universitas Al-Azhar kairo dengan predikat excellent dibawah bimbingan ulama besar Mesir Prof. Dr. Muhammad Abu Zahrah.

Pada usia 26 tahun, Abuya dikukuhkan sebagai guru besar ilmu hadits dan ushuluddin pada Universitas Ummul Qura Makkah, dan Universitas King Abdul Aziz Jeddah. Cukup lama beliau menjadi dosen di dua Universitas tersebut, sampai akhirnya beliau memutuskan mengundurkan diri dan memilih mengajar di Masjidil Haram sambil membuka majlis ta’lim di rumah.

Sang Murabbi dan para Santri

Abuya berkonsentrasi untuk mendidik ratusan muridnya di kediamanya jalan Al-Maliki, di Rushaifah, Makkah. Majelis ta’lim dirumahnya tidak hanya berkonsentrasi pada satu disiplin ilmu saja, atau dikhusukan pada kalangan tertentu, namun untuk siapa saja. Karena itu, beliau mempersiapkan desain rumahnya untuk keperluan tersebut. Rumahnya dibangun cukup luas, karena setiap hari dipergunakan untuk menampung jama’ah dalam halaqah ilmiah yang diasuh langsung olehnya.

Abuya banyak mencontohkan sesuatu dengan tindakan nyata. Dalam melatih kesabaran, beliau tidak hanya menyuruh para santrinya untuk menunggu waktu shalat dengan duduk satu jam sebelum adzan sembari membaca wirid, namun beliau sendiri melakukanya terlebih dulu. 

Dari segi ruhiyyah, para santri dibina untuk selalu mengingat Allah SWT, dengan banyak berdzikir, baik lisan maupun hati. Begitu juga dalam bershalawat, tak bosan-bosanya beliau mengingatkan santri-santrinya, karena sesungguhnya dzikir dan shalawat itulah sumber ketenangan bagi jiwa. Abuya memperlakukan santri seperti anak sendiri. 

Salah satu hal yang menjadi tujuan besarnya dari tarbiyah tersebut adalah takwinur rijal, yaitu membentuk kader, membangun manusia yang siap dan mampu terjun berjuang di bidang Pendidikan dan dakwah. Alhamdulillah, para alumnus didikanya benar-benar tumbuh menjadi tonggak tarbiyah dan dakwah dinegeri mereka masing-masing.

Keluarga Guru Umat

Para murid berdatangan dari seluruh penjuru dunia, khususnya dari Indonesia. Mereka belajar, makan, dan minum tanpa dipungut biaya sepeser pun, bahkan beliau memberi beasiswa kepada para santri sebagai uang saku. Setelah beberapa tahun belajar, para santri dipulangkan ke negara masing-masing untuk mensyiarkan agama.

Dari rumahnya telah lahir ulama-ulama yang tersebar di India, Pakistan, Afrika, Eropa, Amerika terutama Asia, yang merupakan orbit dakwahnya. Sebagian alumni yang pulang ke Indonesia kemudian membuka pesantren dengan nama “Al-Ma’had Al-Maliki”. 

Seakan mengulang sejarah, keluarga Abuya memang menorehkan tinta emas dalam rangkaian sanad keilmuan para ulama nusantara. Ayahnya, Sayyid Alwi adalah guru  dari ulama sepuh nusantara yaitu Kiai Hasbiyallah Klender, Kiai Abdullah Faqih Langitan, Kiai Maimun Zubair Sarang. Ayah Sayyid Alwi, atau kakek Abuya yaitu Sayyid Abbas Al-Maliki bin Abdul Aziz, adalah guru dari Kiai Hasyim Asyari, Kiai Abdul Malik bin Ilyas, dan para ulama besar Nusantara lainya.

As-Sayyyid Muhammad Al Maliki Al Hasani  adalah seorang ulama dari tanah suci, Abuya dikenal sebagai pendidik, dosen dan pendakwah yang tidak beraliran keras, tidak berlebih-lebihan, Abuya banyak mencontohkan dengan nyata kedisiplinan kepada para murid. Para santri dilatih peka terhadap lingkungan, serta di didik menjadi pribadi yang tidak malas.

Sumbangsih Abuya begitu besar, demikianlah sebagai pendidik sejati Abuya tentu bukan hanya milik santri-santrinya, bahkan bukan hanya milik dunia Arab, Indonesia, Malaysia, atau umat Islam di negara-negara lainya. Beliau adalah milik umat Islam sedunia, khususnya yang berpaham Ahlussunnah wal Jama’ah.

*Hikmah Lailatul Kamalia


0 Komentar