Menelisik Kembali Siapa Tjokroaminoto.
Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto, demikian nama lengkapnya lahir di Ponorogo, 18 Agustus 1882, Tjokroaminoto merupakan anak ke dua dari 12 bersaudara dari ayah bernama R.M. Tjokroamiseno, salah seorang pejabat pemerintahan pada masa itu. Sementara kakeknya R.M. Adipati Tjokronegoro pernah menjadi Bupati Ponorogo. Garis darah Tjokroaminoto memiliki pertalian dengan KH. Kasan Besari yang pernah disebut sebagai hulu dari kepemimpinan Politik dan Agama di tingkat nasional hingga saat ini.
Setelah lulus dari sekolah rendah Tjokroaminoto melanjutkan pendidikannya ke Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA) di Magelang, yang merupakan sekolah bagi calon abdi negara pemerintah kolonial Hindia Belanda. Pada 1902 Tjokroaminoto tamat dari OSVIA dan sempat bekerja di kesatuan pegawai administratif di Ngawi, segaligus memutuskan berhenti 3 tahun kemudian. Ia kemudian menetap di Surabaya pada tahun 1906, dan bekerja sebagai juru tulis di Firma Inggris Kooy & Co dan melanjutkan pendidikannya di sekolah kejuruan Burgerlijk Avondschool jurusan teknik mesin antara tahun 1907-1910. Di tahun berikutnya, ia bekerja di pabrik gula di luar kota Surabaya. Saat itulah ia di datangi oleh delegasi Serekat Dagang Islam dari Solo. Ia diajak bergabung dengan organisasi tersebut. Berkat ajakan tersebut, Tjokroaminoto memutuskan bergabung pada tahun 1912. Ia kemudian mengusulkan nama “Sarekat Dagang Islam” diubah dengan nama “Sarekat Islam” sehingga perjuangannya bisa menjangkau lebih banyak aspek.
Tjokroaminoto dikenal sebagai sebagai sosok yang pandai berpidato dan kharismatik, membuatnya cepat terkenal. Buktinya, pada Kongres II Sarekat Islam di Yogyakarta tahun 1914, Tjokroaminoto terpilih menjadi ketua sentral Sarekat Islam. Tjokroaminoto juga dikenal sebagai sosok yang gemar menulis dan menuangkan gagasannya melalui surat kabar.
Tokoh-tokoh besar seperti Soekarno, Musso, Kartosuwiryo maupun Alimin pastinya sudah tidak asing lagi bagi kita. Mereka adalah generasi pada Era revolusi Indonesia. Nama mereka sering muncul dan banyak disebut dalam catatan sejarah. Dulunya, tokoh-tokoh hebat ini pernah tinggal bersama di Rumah Kos Hadji Omar Said (H.O.S) Tjokroaminoto yang berada di Peneleh Gang 7, Surabaya. Tjokroaminoto merupakan guru bagi Sukarno, Semaoen, Musso, hingga Maridjan Kartosoewirjo. Mereka semua menjadi tokoh yang berpengaruh pada Era revolusi. Maka, tidak salah jika Tjokroaminoto boleh disebut sebagai bapaknya bapak bangsa Indonesia.
Di rumah Tjokroaminoto yang sekaligus menjadi tempat kos bagi Soekarno dkk,rumah itu tidak pernah sepi, selalu ada tamu penting yang datang, mereka membicarakan banyak hal tentang masa depan Indonesia. Anak-anak kos di rumah HOS Tjokroaminoto tak jarang ikut bergabung dalam pertemuan, termasuk juga Soekarno muda.
Saat itu, Tjokroaminoto merupakan pemimpin tertinggi Sarekat Islam, perhimpunan rakyat paling kuat sekaligus mewakili kepentingan kaum Muslimin di Hindia Belanda. Kardiyat Wiharyanto dalam buku Perkembangan Nasionalisme di Asia Tenggara (1996) mencatat, jumlah anggota SI pada 1919 menembus angka 2,5 juta orang atau organisasi massa yang paling besar saat itu. SDI (Sarekat Dagang Islam), yang nanti berubah menjadi SI adalah organisasi pribumi pertama dan terbesar di Hindia-Belanda (Indonesia).
SI sudah dibentuk pada 1909 di Bogor dengan nama Sarekat Dagang Islam (SDI) oleh Tirto Adhi Soerjo, pada tahun 1913 Tjokroaminoto memimpin SI menggantikan Hadji Samanhoedi. Di masa itu, Tjokroaminoto memindahkan Kepemimpinan SI atau CSI (Centraal Sarekat Islam) dari Solo berpindah ke Surabaya. Kemudian ia pindahkan lagi ke Yogyakarta dan berafiliasi dengan Ormas Muhammadiyah pimpinan K.H. Ahmad Dahlan.
Pada perkembangannya, Tjokroaminoto menjadi tokoh yang paling berpengaruh di kancah pergerakan Nasional. Tjokroaminoto, adalah orang Indonesia pertama yang berani mencetuskan ide kemerdekaan bagi Indonesia. Hal tersebut disampaikan dalam orasinya di atas podium Kongres Sarekat Indonesia di Bandung pada 17-24 Juni 1916 yang disebutnya sebagai Zelfbestuur (Pemerintahan Sendiri)
“Orang semakin lama semakin merasakan, baik di Nederland maupun di Hindia, bahwa Zelfbestuur sungguh diperlukan," lantang Tjokroaminoto di hadapan ratusan peserta kongres yang datang dari seluruh penjuru negeri.
“Orang semakin lama semakin merasakan," lanjutnya dengan berapi-api, Bahwa tidak pantas lagi Hindia diperintah oleh negeri Belanda, bagaikan seorang tuan tanah yang menguasai tanah-tanahnya!"
Tjokroaminoto memang memiliki keahlian yang sulit dicari tandingnya dalam berorasi, ia yang mampu menggemuruhkan seluruh ruangan dengan gagasan-gagasan yang di sampaikannya. Tan Malaka yang beberapa kali hadir dalam kongres SI dan menyaksikan HOS Tjokroaminoto di podium, ia berpendapat bahwa Cokroaminoto mungkin salah satu orator terbaik pada masa itu.
Seorang Nasionalis Belanda, P.F Dahler, menyebut Tjokroaminoto sebagai seorang “Harimau Mimbar”, yang pidato-pidatonya dapat memukau pendengarnya sampai berjam-jam. Dengan postur tubuh yang tegap, penampilan yang berwibawa, dilengkapi dengan suara yang berat dan bahasa yang teratur membuat beribu-ribu hadirin harus terpaku mendengarnya, kendati panas terik membakar mereka.
Sosok Tjokroaminoto memang tidak bisa hilang dari kesan bangsa Indonesia. Ia dikenal oleh masyarakat luas karena pidato-pidatonya yang bisa memahami keinginan masyarakat pada masa itu. Berakhirnya perjuangan tokoh ini sudah mulai terlihat tanda-tandanya, Tjokroaminoto menderita sakit cukup parah dan di rawat di Yogyakarta. Konon di saat-saat terakhir itu, ia sempat menceracau sembari mengatakan bertemu dengan Rasulullah. Hal ini terjadi berulang-ulang sampai ia menghembuskan nafas yang terakhir. Tjokroaminoto di makamkan di Yogjakarta, tepatnya di desa Kuncen, Wirobrajan.
Oleh: A.Andre Yusuf, Dzikrina Abdillah
Edit by, Syarifatun Sa’adah
0 Komentar