Senat Mahasiswa (SEMA) IPMAFA menerbitkan Peraturan Kepengurusan Lembaga Kemahasiswaan (LK) 2025/2026 pada 28 Juli 2025. Sejumlah poin dalam aturan baru tersebut memicu perdebatan, karena dianggap berbeda dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) LK IPMAFA hasil revisi September 2023.
Peraturan Kepengurusan LK 2025/2026 memuat empat aturan utama:
- BPH
dan Koordinator tiap divisi dilarang merangkap jabatan.
- Maksimal
tiap divisi berisi empat orang, kecuali Divisi Media.
- Divisi
Media maksimal berisi tiga orang.
- Anggota
divisi diperbolehkan merangkap jabatan, dengan catatan lembaga keduanya
adalah UKM dan statusnya hanya anggota.
Dalam AD/ART LK IPMAFA revisi September 2023, larangan rangkap jabatan sudah
jelas diatur. Misalnya, pada Bab XII tentang UKM, Pasal 3 poin 2, disebutkan:
“Pengurus harian UKM tidak diperkenankan merangkap jabatan sebagai
pengurus harian atau koordinator divisi di lembaga kemahasiswaan IPMAFA.”
Klausul serupa juga muncul pada bagian SEMA, DEMA, DEMA Fakultas, HMPS,
hingga KPM. Dengan demikian, larangan rangkap jabatan untuk pengurus harian
memang sesuai dengan AD/ART.
Namun, tidak ada pasal dalam AD/ART yang secara eksplisit melarang koordinator
divisi untuk merangkap jabatan. Artinya, secara hukum dasar, koordinator divisi
masih diperbolehkan merangkap jabatan.
Meski begitu, sejumlah poin peraturan SEMA menimbulkan kontroversi:
- Pembatasan
jumlah anggota divisi (poin 2 & 3).
AD/ART revisi 2023 tidak pernah mengatur batas maksimal anggota divisi. Maka, pembatasan ini merupakan aturan baru yang dibuat SEMA tanpa dasar hukum. - Larangan
bagi koordinator divisi (poin 1).
SEMA memperluas larangan dengan melarang koordinator divisi merangkap jabatan, padahal AD/ART hanya mengatur pengurus harian. Hal ini dipandang oleh LPM sebagai bentuk ketidak larasan. - Rangkap
jabatan bagi anggota divisi (poin 4).
Istilah “anggota divisi” tidak dikenal dalam AD/ART. Penerapan aturan ini dikhawatirkan menimbulkan multitafsir.
Perbedaan tafsir ini sempat dikonfirmasi langsung oleh Ketua LPM, Ahmad
Andika Prasetya, kepada Ketua SEMA, Thosin Agawid, pada 18 Agustus 2025 via chat whatsapp.
Saat ditanya apakah koordinator divisi boleh merangkap jabatan di LK
lain, Thosin menjawab: “... kl udh jd penghar
atau koor di 1 LK tak bolek rangkap jd penghar atau koor di LK lain.”
Pernyataan ini memperlihatkan bahwa SEMA memperluas larangan hingga
level koordinator, meski AD/ART tidak menyebutkan hal tersebut.
Pernyataan Terbaru SEMA
Belakangan, perwakilan SEMA memberikan klarifikasi tambahan kepada salah satu anggota
LPM yang tidak ingin disebut namanya, pada tanggal 7 September 2025 via chat whatsapp. Ia menyatakan bahwa
larangan rangkap jabatan bagi koordinator divisi memang tidak tertulis dalam
AD/ART, melainkan hanya dalam SOP internal SEMA.
“Sebenarnya di ADART tidak di jelaskan secara langsung kalau koor boleh
rangkap sesama koor, tapi SOP yang telah di setujui SEMA bersama memutuskan
pembentukan kepengurusan koor tidak boleh rangkap menjadi koor atau bph di lain
LK di karenakan di khawatirkan tidak dapat maksimal dalam berorganisasi 🙏🏻. Kalau di ADART hanya BPH yang tidak boleh rangkap
menjadi BPH atau koor di LK lain,” jelasnya.
Pernyataan ini menegaskan adanya perbedaan mendasar: AD/ART 2023 hanya
melarang BPH, sementara SOP internal SEMA menambah larangan baru bagi
koordinator divisi.
Dalam hierarki kelembagaan, AD/ART adalah hukum dasar tertinggi yang
hanya dapat diubah melalui Kongres Mahasiswa. Peraturan SEMA dan SOP internal
seharusnya hanya bersifat teknis dan pelaksanaan, bukan menambah atau
mengurangi substansi yang telah diatur AD/ART.
Dengan memperluas larangan rangkap jabatan hingga ke koordinator divisi,
SEMA menurut beberapa pihak dinilai telah membuat aturan yang tidak konsisten, karena melampaui
kewenangannya.
Sejumlah mahasiswa menilai kebijakan ini berlebihan. “Kalau AD/ART tidak
melarang koordinator, berarti sebenarnya masih boleh. SEMA tidak bisa membuat
aturan yang bertentangan dengan AD/ART,” ujar salah satu pengurus LK berinisial F.
Ketidaksesuaian antara AD/ART revisi 2023 dengan Peraturan
Kepengurusan LK 2025/2026 menimbulkan kebingungan di kalangan lembaga
kemahasiswaan. LPM menilai bahwa forum resmi seperti Kongres Mahasiswa harus
segera dilaksanakan untuk membahas aturan ini secara terbuka.
Dengan begitu, setiap regulasi akan berpijak pada dasar hukum yang sah,
demokrasi kampus dapat terjaga, dan lembaga kemahasiswaan tidak lagi diatur
oleh aturan multitafsir atau SOP internal yang bertentangan dengan AD/ART.
0 Komentar