Batal Turun Jalan: Dinamika Demo PBB P2 dan Sikap Mahasiswa IPMAFA

 


Pati – Rabu, 13 Agustus 2025, ribuan massa memenuhi jalanan Pati dalam aksi menolak kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) sebesar 250% serta kebijakan sekolah lima hari. Namun, mahasiswa IPMAFA yang sempat menyerukan ajakan ikut turun ke jalan, justru tidak terlihat dalam barisan. Padahal, seminggu sebelumnya Lembaga Kemahasiswaan (LK) IPMAFA telah menyebarkan selebaran ajakan aksi.

Rencana aksi demonstrasi yang semula akan dilakukan oleh mahasiswa akhirnya mengalami perubahan. Namun, setelah adanya hasil rapat dari pihak kampus, demonstrasi tersebut tidak jadi dilakukan dan diganti dengan istighosah bersama. Walau akhirnya pun tidak terlaksana juga.

Sabtu, 16 Agustus 2025, tim redaksi akhirnya berhasil mewawancarai Ketua DEMA Institut (selanjutnya disingkat DEMA I) IPMAFA, Fathur Rozak, setelah sekian kali permintaan tak terbalas. Berikut rangkuman hasil perbincangan.


Kronologi Keputusan

Ketua DEMA I menjelaskan, awalnya mahasiswa memang diarahkan untuk turun aksi.

“Awalnya Warek 1, Pak Dimyati, menyuruh mahasiswa untuk turun ke jalan karena beliau lebih paham mengenai PBB P2. Kemarin juga ada seminar terkait PBB P2 yang diselenggarakan DEMA Fakultas Syariah, membahas isu yang sedang panas yaitu PBB P2 yang naik 250%. Pak Dim yang menghitung saat itu menganggap hal tersebut sangat memberatkan bagi kalangan bawah.

Selain itu, dari Rektor IPMAFA saat itu juga mendukung adanya press release dan angket terkait kebijakan Bupati Sudewo mengenai PBB P2 dan juga sekolah lima hari. Dari pihak rektor keberatan dengan kebijakan sekolah lima hari karena akan mengganggu madin dan TPQ, sebab ranahnya NU. Beliau sendiri juga berada di kepengurusan NU. Sedangkan Warek 1 keberatannya di PBB P2.

Usulan tersebut ditanggapi langsung oleh para dekan dan DEMA I untuk langsung turun ke jalan. Tetapi karena DEMA I belum diajak audiensi terkait demo oleh dosen, dan belum menyuarakan ajakan ke LK maupun mahasiswa, maka kami masih menunggu. Setelah diajak diskusi mengenai aspirasi dan sebagainya, akhirnya juga diizinkan oleh Warek 3 untuk demo dengan tuntutan penurunan PBB P2 dan penolakan sekolah lima hari, dengan membawa pasukan sebanyak 500 mahasiswa.

Namun amat disayangkan, DEMA I sendiri tidak dapat ikut audiensi langsung dengan para dosen. Alhasil disampaikan langsung oleh Kabag Kemahasiswaan kepada DEMA terkait penurunan 500 mahasiswa IPMAFA. Dari pihak Kabag dan DEMA I keberatan untuk menurunkan mahasiswa sebanyak itu. Kita tahu sendiri kondisi SDM IPMAFA bagaimana, apalagi kampus sedang liburan, jadi untuk membawa massa sebanyak itu kami keberatan. Dari DEMA I dan Kabag menyiasati dengan mengirimkan delegasi dari tiap prodi lewat ketua HMPS untuk dikirim ke komting kelas agar memudahkan koordinasi.

Setelah berlarut-larut, setelah surat edaran menyebar, ternyata ada banyak sekali kepentingan lain di luar dua hal tadi. Lalu dari hasil kajian para Warek, dekan, dan dosen, diputuskan untuk memantau terlebih dahulu. Mohon maaf, isu-isu waktu itu terlalu liar. Dosen kita sendiri juga tahu ya, Pak Sahal itu kemarin bagaimana. Dari Warek dan dekan masih memantau apakah masih perlu untuk turun ke jalan atau tidak. Ternyata, yang kita tuntut sudah ada yang terpenuhi walaupun belum sepenuhnya.

Dari para atasan yang terus memantau, ternyata dari PCNU Pati telah melakukan muktamar dan maklumatnya langsung ke Bupati Pati. Menanggapi maklumat PCNU itu, para Warek, dekan, dan dosen mengadakan rapat. Saya sendiri tidak diikutkan karena sedang KKN, mungkin pertimbangannya diwakili langsung oleh Kabag. Dari hasil rapat, Kabag menyampaikan bahwa khusus di IPMAFA tidak dijadikan turun ke jalan.”


Maklumat PCNU dan Isu Liar

Ketua DEMA mengaku tidak mengetahui secara detail isi maklumat PCNU, namun ia menyampaikan:

“Untuk maklumatnya kurang tahu. Isunya, Masya Allah, sudah semakin liar. Dosen-dosen juga sudah tahu sendiri, mahasiswa kita tidak punya pengalaman demo. Gambaran demo seperti apa pun mereka tidak tahu, apalagi demo di Pati baru kali ini terjadi. Mahasiswa IPMAFA yang notabenenya berlatar belakang pesantren juga tidak punya gambaran demo akan seperti apa.

Dari hasil pantauan para atasan, sudah ada isu-isu liar dan kemungkinan ditunggangi semakin besar. Apalagi kemarin chaos sekali. Ditakutkan, khusnudzon-nya para atasan, mahasiswa kenapa-napa. Jadi, dari hasil maklumat dan pantauan atasan, diputuskan mahasiswa tidak jadi turun ke jalan.”

Tekanan Pihak Luar

Saat ditanya mengenai kemungkinan adanya intervensi pihak luar, Ketua DEMA menyatakan:

“Kalau itu kurang tahu, karena ACC atau tidaknya arahan untuk demo itu dari atasan. Jadi saya kurang tahu-menahu apakah ada dari pihak luar yang, istilahnya, ‘mengembosi’ supaya tidak turun ke jalan.”

Penyaluran Suara Lewat Aspirasi (Aliansi Santri Pati untuk Demokrasi)

Meski tidak turun ke jalan, Ketua DEMA menegaskan aspirasi mahasiswa tetap tersampaikan.

“Kalau dari IPMAFA, saat itu saya menjadi korlapnya. Saya mengekor karena IPMAFA anak pesantren. Kita mengekor pada aspirasi presidium, dan juga korlapnya kebanyakan dari gus-gus Kajen. Jadi, kita tetap mengekor ke kiai-kiai Margoyoso. Walaupun dari IPMAFA tidak memakai almamater, tetap kalau ada mahasiswa mau demo diarahkan ke aliansi santri.”

Ia juga menyebutkan bentuk penyampaian aspirasi dilakukan melalui aksi damai:

“Kritik dan lain-lain juga termasuk bentuk demo dari Aspirasi. Misalnya pembacaan puisi atau teatrikal. Dari awal memang tidak ada anarkis, jadi penyampaian aspirasi lewat teatrikal.”


Kekecewaan Mahasiswa

Terkait mahasiswa yang sempat mendaftar untuk ikut aksi, Ketua DEMA menjelaskan:

“Kalau dilihat dari mahasiswa yang mendaftar, sangat dikhawatirkan kalau mereka ikut demo. Jujur dari saya sendiri, dari DEMA I, kok yang mendaftar ikut demo hanya sedikit. Kalau dipaksakan ikut demo pakai almamater, sangat berisiko. Kalau tidak jadi, malah tidak apa-apa. Banyak yang japri menanyakan, ‘ini bagaimana, Kak?’ Saya jawab dengan monggo langsung ikut ke Aspirasi, karena dari saya juga mengekor ke Aspirasi. Walaupun kita tidak memakai almamater, tetapi kita menjunjung nama santri.”


Penutup

Keputusan IPMAFA untuk tidak ikut turun ke jalan memperlihatkan adanya pertimbangan panjang antara idealisme mahasiswa dan sikap kehati-hatian dari pihak kampus. Meski sempat menyerukan aksi, akhirnya suara mahasiswa disalurkan melalui jalur aspirasi lain yang dinilai lebih aman dan sesuai dengan kultur pesantren.

 (fzn&ank)

0 Komentar