PEMILWA BUNTU, DEMA INSTITUT DISEPAKATI TANPA PEMILU

 


Pati, 22 Juni 2025–Suasana Aula 2 Institut Pesantren Mathali’ul Falah (IPMAFA) berubah menjadi forum penting dalam dinamika kemahasiswaan saat Kongres ke-3 dilangsungkan. Kongres tersebut mengangkat tiga agenda utama: Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Lembaga Kemahasiswaan (LK), pemilihan Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa Institut (DEMA I), serta pembahasan revisi sementara Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).

Namun berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, pemilihan Ketua DEMA I kali ini tidak dilakukan melalui Pemilihan Mahasiswa (PEMILWA) yang biasanya diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Mahasiswa (KPM). Alasannya cukup mengejutkan: tidak ada satu pun mahasiswa yang mendaftarkan diri sebagai calon Ketua DEMA Institut, sehingga menciptakan kekosongan kandidat dan mendorong diambilnya jalan alternatif.

Menyikapi situasi tersebut, sebelum pelaksanaan kongres dan pemilwa, pihak SEMA, DEMA I, dan KPM dipanggil oleh Wakil Rektor III untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem demokrasi kampus. Salah satu evaluasi tersebut berkaitan dengan sistem pemilihan langsung dan keberadaan partai mahasiswa yang dianggap mulai tidak relevan dalam konteks kekinian.

Ketua SEMA, Ahmad Bastomi, menyampaikan: “Salah satu yang dievaluasi adalah efektivitas atau relevansi mengenai sistem partai atau demokrasi langsung di IPMAFA yang tidak lagi relevan meskipun tidak menutup kemungkinan suatu hari direlevankan kembali.”

Untuk menyikapi kekosongan calon, melalui rekomendasi dari Wakil Rektor III, calon Ketua DEMA I akhirnya ditetapkan melalui mekanisme musyawarah antara SEMA dan DEMA I. Proses tersebut tidak serta-merta berupa pemilihan langsung, tetapi lebih kepada penetapan nama calon yang kemudian disepakati oleh peserta sidang kongres. Proses penjaringan nama dilakukan secara terbuka, tanpa batasan apakah calon hadir di ruang sidang atau tidak.



Beberapa nama kemudian muncul dari forum, dan dua nama dengan suara terbanyak ditetapkan sebagai calon Ketua DEMA I, yaitu Fathur (Ketua HMPS Pendidikan Bahasa Arab) dan Anan (Divisi Eksternal DEMA I). Sidang menyepakati bahwa hanya akan menetapkan calon ketua, tanpa melakukan pemungutan suara formal di forum.

Namun, dinamika kembali muncul saat keputusan kongres ini berbenturan dengan agenda dan timeline yang telah disusun oleh KPM. Pasalnya, nama-nama calon baru diserahkan hanya tiga hari sebelum pelaksanaan Pemilwa.

“Karena ada sedikit dinamika antara hasil keputusan kongres dengan Komisi Pemilihan Mahasiswa (KPM) maka kami berunding dengan Warek III dan memutuskan bahwa pemilihan hasil kongres kemarin ditetapkan menjadi ketua DEMA I, dan Fathur sebagai calon yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai ketua DEMA I,” ujar Bastomi kembali.

Persoalan ini muncul karena waktu yang sangat sempit menyebabkan KPM merasa tidak memiliki cukup waktu untuk memproses secara administratif dan teknis pemilihan. Selain itu, kekhawatiran timbul bahwa jika DEMA I dikecualikan dari aturan yang berlaku, akan muncul kecemburuan dari lembaga kemahasiswaan lainnya yang telah mengikuti aturan sejak awal.

Kongres ke-3 dihadiri oleh berbagai elemen mahasiswa, mulai dari delegasi resmi lembaga kemahasiswaan, komting kelas, hingga tamu undangan seperti Kabag Kemahasiswaan dan Wakil Rektor III. Namun, hanya delegasi LK yang memiliki hak suara penuh dalam pengambilan keputusan. Peserta lain, seperti komting dan tamu undangan, hanya memiliki hak bicara sebagai peserta peninjau.

Tak hanya pada level institut, kekosongan jabatan juga terjadi di tingkat fakultas. Seluruh posisi Ketua DEMA Fakultas (DEMA F)—meliputi Fakultas Syariah, Fakultas Tarbiyah, dan Fakultas Dakwah—juga tidak memiliki pendaftar. Namun, hal ini belum ditindaklanjuti dalam forum kongres.

Menurut Bastomi, hal tersebut akan menjadi tanggung jawab KPM untuk diteruskan kepada pihak fakultas terkait.

“Merujuk pada pemilwa edisi sebelumnya untuk calon yang kosong biasanya KPM mengirim surat kepada pihak-pihak terkait. Kalau DEMA F berarti ke dekan fakultas untuk menindaklanjuti terkait dengan kekosongan calon pada pemilihan,” jelasnya.

Bastomi menambahkan bahwa proses pemilihan Ketua DEMA F selanjutnya sepenuhnya berada di tangan para dekan, tergantung kebijakan internal masing-masing fakultas.

“Untuk pemilihan DEMA F diserahkan kepada dekan, tergantung nanti bagaimana kebijakannya, nanti tinggal mengikuti. Karena DEMA I kembali ke kabag atau warek III dan menyerahkan ke hasil kongres. Namun dari dekan belum memberikan keputusan sehingga belum bisa melakukan pemilihan terhadap DEMA F. Jika tidak ada tindak lanjut maka kekosongan jabatan akan terjadi,” pungkasnya.

Situasi ini menjadi bahan refleksi bersama bagi seluruh civitas akademika IPMAFA. Minimnya partisipasi mahasiswa dalam pencalonan pengurus inti organisasi menunjukkan tantangan serius dalam regenerasi kepemimpinan. Diperlukan pendekatan baru untuk membangun kembali semangat berorganisasi, partisipasi aktif, serta kesadaran kolektif untuk mengambil bagian dalam roda organisasi kampus.

(Fzn&Editor)

 


0 Komentar