Fakultas Tarbiyah IPMAFA Adakan Focus Group Discussion Terkait Kebijakan 5 Hari Sekolah

Fakultas Tarbiyah IPMAFA mengadakan FGD (Focus Group Discussion) yang bertempat di Aula 2 pada Jumat (30/5/25), dan diikuti oleh narasumber luar


PATI - Kampus Institut Pesantren Mathali'ul Falah (IPMAFA), Fakultas Tarbiyah mengadakan FGD (Focus Group Discussion) yang bertempat di Aula 2 pada Jumat (30/5/25). Acara ini diikuti oleh jajaran dosen, Rektor beserta narasumber luar.


Dekan Fakultas Tarbiyah, M. Sofyan Alnashr, M.Pd.I menyampaikan bahwa adanya FGD (Focus Group Discussion) diangkat dari wacana kebijakan Bupati Pati yang disampaikan pada awal Mei, tentang adanya 5 hari sekolah. Kegiatan ini bertujuan untuk mengkaji tersebut secara multi kedispliner.


Kebijakan 5 hari sekolah ini masih menjadi pertanyaan karena isu lama yang selalu lahir kembali. Hingga kebijakan ini ditolak di Jawa Tengah, hanya berlangsung sekitar 8 bulan saja. Sifatnya bukan kebijakan tapi opsional dan diserahkan pada satuan pendidikan boleh 5 hari dan 6 hari.


Pandangan tentang kebijakan 5 hari sekolah yang menimbulkan kekhawatiran dengan beberapa pandangan tentang pendidikan yaitu proses tarbiyah secara menyeluruh. Untuk melihat kembali tujuannya.


"Pendidikan harus membebaskan bukan hanya membentuk karakter moral, kebijakan 5 hari sekolah Senin-Jumat durasi belajar 8 jam sehari dan total 40 jam perminggu," ujar K.H Ahmad Fadlullah Turmudzi, selaku ketua Asosiasi Pendidikan Diniyah Formal (Aspend).


Terkait kebijakan ini resiko kenakalan apakah lebih dominan? Sabtu dan Minggu ada potensi untuk anak keluyuran. Lembaga yang belum siap mendapat kebijakan di lapangan dengan dampak yang paling besar adalah lembaga pendidikan madrasah non formal seperti TPQ.


Ketua PGSI Jawa Tengah, Moh. Zen Adv. S.Ag., M.Si. menyampaikan terkait konsep penyampaian pak Ganjar dan Bupati Pati sekarang sama. 


Adanya sekolah 5 hari opsional dengan 9 alasan yaitu alasan psikologis (anak kalau lebih jam 1 cenderung setres), ekonomi, akademik, vokasional skill non akademik, geografis, ketahanan keluarga, sosial, pendidikan karakter nasionalisme, revolusi mental, melalui pendidikan keagamaan sore (madin, tpq, dll).


Memberikan pandangan-pandangannya terkait penerapan kebijakan sekolah 5 hari, Bupati menekankan patriotik rencana penerapan kebijakan tersebut dengan lamanya jam sekolah.


SD kelas 3,4 pulang jam 12.10, kelas 5,6 jam 12.45 paling maximal jam 13.00, SMP max jam 2 siang, dan pelajaran konseling diluar jam sekolah.


Kemenag menyampaikan bahwa jika kebijakan 5 hari sekolah harus diterapkan maka madrasah harus menyikapinya dengan baik, karena di Pati lebih banyak model madrasahnya.


"Pendidikan di madrasah masih 6 hari sekolah, apabila benar di berlakukan maka perlu kajian nya, karena kemenag menerima 5-6-7 hari," ujarnya.


Menurut Akademisi UIN KUDUS kebijakan ini dirasa kurang tepat karena ada perpres, dan teknisnya membutuhkan faktor psikologi dan sosial. Sehingga perlu dipertimbangan secara matang pelatihan kepsek serta guru juga perlu dipersiapkan.


Tidak hanya itu, FKDT (Forum Komunikasi Madrasah Diniyah Takminiyah) juga menolak adanya 5 hari yang dampaknya libur 2 hari, karena dirasa madin itu sangat membantu karakter anak secara diniyah.


Akademisi STAI PATI menyampaikan terkait problem 5 hari sekolah, dan 2 hari liburnya, apakah ini efektif? Jangan sampai hanya coba-coba untuk pendidikan masa depan anak.  


"Menjadi catatan penting oleh dinas pendidikan, harusnya kita belajar, ada tidak kabupaten lain yang menerapkan kebijakan ini dan berhasil? Intinya jangan terburu-buru untuk melakukan kebijakan ini," pesanya pada sesi FGD (Focus Group Discussion).


PCNU Mengusulkan untuk bupati mengkaji lebih dalam dan apa dampak yang terjadi, terlebih yang berhubungan dengan anak-anak, jika membuat inovasi harus di kaji secara ilmiah. Dengan begitu, komitmen untuk masyarakat memegang erat adanya inovasi kebijakan ini.


"Di harapkan kepada bupati terkait 5 hari sekolah, Sabtu libur anak libur, karena background masyarakat berbeda-beda ada yang pedagang, petani, nelayan. Kebijakan ini tidak hanya merubah jadwal tapi juga harus menerapkan dan mengevaluasi," ujarnya.


Adanya kebijakan terkait 5 hari sekolah mengenai konteks lokal tidak sepenuhnya menolak, dan diharapkan semua elemen masyarakat terlibat secara aktif untuk kebijakan 5 hari sekolah, karena peraturan ini lebih penting supaya tidak menimbulkan konflik-konflik baru antara sekolah dan madrasah, serta pendidikan formal dan non formal. (nay)

0 Komentar