Pilkada: Harapan atau Cuma Janji?

Ilustrasi. Politisi dengan banyak wajah, ucapannya hanya janji tanpa realisasi.

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) telah usai, dan suara rakyat telah disalurkan di bilik suara, menyerahkan kepercayaan dan harapan mereka kepada pemimpin yang membawa perubahan. Di berbagai sudut negeri, euforia pesta demokrasi ini terasa meriah -- seakan menumbuhkan harapan baru bagi daerah-daerah tertinggal. Namun, di balik antusiasme itu, pertanyaan besar kembali muncul:


"Apakah Pilkada kali ini benar-benar membawa harapan, atau hanya sebatas janji yang tak pernah ditepati?"


Sejenak pertanyaan ini patut direnungkan, terutama mengingat kebiasaan lama politik lokal yang diwarnai ketidaksesuaian janji kampanye dengan realisasi di lapangan.


Harapan yang Dijanjikan

Sejak lama, Pilkada menjadi panggung bagi calon pemimpin untuk menawarkan visi, misi, dan janji-janji yang menggugah. Para bupati dan gubernur berlomba-lomba menjanjikan harapan, pembangunan infrastruktur, peningkatan kualitas pendidikan dan layanan kesehatan, hingga narasi pengentasan kemiskinan. Janji perubahan selalu menjadi sajian utama yang mereka hidangkan selama kampanye, memberikan optimisme bagi masyarakat yang menginginkan kehidupan lebih baik.


Namun, sering kali janji-janji itu hanya bertahan hingga Pilkada usai. Ketika masa jabatan dimulai, realitas lama kembali menghantui. Pembangunan terbengkalai, layanan publik tak kunjung membaik, janji manis yang dihidangkan hanya kosong melompong seperti retorika belaka. Akhirnya, rakyat yang sekian lama menanti perubahan kembali terjebak dalam siklus yang sama. Menunggu janji yang tak pernah terpenuhi, janji yang sebatas janji.


Kemiskinan menjadi contoh nyata kegagalan banyak pemimpin daerah menunaikan janji mereka. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan angka kemiskinan di berbagai daerah cenderung stagnan, bahkan di beberapa tempat justru meningkat.


Misalnya, Provinsi Jawa Tengah mencatatkan tingkat kemiskinan sebesar 10,77% pada 2023, dengan sedikit atau bahkan tanpa perubahan berarti dibanding tahun sebelumnya.


Di Papua Barat, angka kemiskinan tetap tinggi di atas 20%, menunjukkan kesenjangan pembangunan yang mencolok.


Di Provinsi Aceh, persentase penduduk miskin meningkat menjadi 14,78% pada Maret 2022, menjadikan Aceh salah satu provinsi termiskin di Sumatra.


Kemudian, di wilayah timur Indonesia, seperti Nusa Tenggara Timur, tingkat kemiskinan masih berada di atas 20%, menjadi salah satu yang tertinggi di Indonesia.


Bahkan di daerah-daerah yang dianggap maju, seperti Jawa Barat dan Jawa Timur, kesenjangan sosial masih menjadi persoalan serius, dengan kantong-kantong kemiskinan yang sulit dientaskan.


Seluruh gambaran ini menunjukkan banyak pemimpin daerah yang belum mampu mewujudkan janji mereka, khususnya dalam mengatasi masalah mendasar seperti kemiskinan. Semua ini memunculkan tanda tanya, apakah janji kampanye hanya sekadar janji?


Dengan sejarah Pilkada yang diwarnai janji-janji tak ditepati, rasa ragu dan skeptis terhadap perubahan semakin menguat. Sebagian masyarakat menganggap Pilkada hanya sekadar rutinitas demokrasi yang tidak memiliki dampak signifikan terhadap hidup mereka. Bagi banyak orang, muncul rasa tidak percaya bahwa pemimpin kali ini akan berbeda dengan pendahulunya.


Keraguan ini menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh pemimpin baru; mereka tidak hanya dituntut untuk memberikan janji, tetapi juga dituntut untuk membuktikan dan mengimplementasikan janji mereka.


Rakyat Mengawal Kebijakan

Ilustrasi. Tugas rakyat dan mahasiswa adalah mengawasi dan mengawal kebijakan pemimpin, agar mereka tak amnesia pada janji-janjinya.

Pilkada telah usai dan suara telah diberikan, tugas kita sebagai warga negara baru saja dimulai. Kita sebagai rakyat dan mahasiswa punya tugas penting untuk mengawasi dan mengawal para pemimpin baru untuk membuktikan janji-janjinya, agar menjadi sesuatu yang dapat direalisasikan secara nyata.


Sebagai mahasiswa, kita punya tanggung jawab besar untuk aktif terlibat dalam proses ini. Kita adalah generasi yang diharapkan bukan hanya untuk mengkritisi, tetapi juga memberi kontribusi perbaikan. Jangan biarkan janji-janji kampanye hanya sekadar janji belaka, namun wujudkan itu sebagai sebuah perubahan. Pengawasan terhadap kebijakan mereka dan implementasinya menjadi bagian dari kontribusi kita sebagai rakyat yang cerdas dan peduli terhadap masa depan bangsa.


Penulis: Fataan Al Farabi (PBA 5)



0 Komentar