Kesurupan


Jarum jam menunjukkan pukul 23.30 WIB, keadadan pondok telah sepi, mungkin hanya ada dua  tiga santriwati yang masih mendarus Qur’an. Semakin malam suasana pondok kian sunyi, menjelang tengah malam suasana lengang itu tiba -tiba dipecah oleh  teriakan dari aula pesantren, santri-santri terbangun kaget, berlarian ke arah sumber suara.


Faza, santriwati baru berkacamata yang diam-diam seorang Indigo, sudah sejak kecil dia bersinggungan dengan hal-hal gaib. Bagi sebagian orang mungkin Indigo adalah kelebihan, namun bagi Faza kelebihan itu tidak lain sebuah kelainan yang membuatnya tertekan.


Semua itu bermula saat dia berusia 7 tahun, ketika kakeknya meninggal dunia Faza mulai menjadi sensitif terhadap kehadiran makhluk gaib. Entah Apa sebabnya, dia mulai sering melihat keberadaan makhluk gaib di sekitarnya. Meskipun begitu, FazA tidak pernah nyaman dengan sosok mereka yang menyeramkan. Semenjak itu, gadis itu mulai menutup diri dari orang-orang.


Kembali di malam itu, santriwati lainnya telah mengerumuni aula. Wajah ketakutan mereka nampak jelas ketika melihat Faza mencekik temannya yang bernama Nia. Gadis itu terlihat tak memakai kacamata dengan wajahnya yang mengerikan dan matanya yang merah, dia kesurupan.


Menengo Kuwe!!”[1] eramnya pada Nia yang mencoba berteriak.


Pada malam itu sebenarnya Nia tengah mendarus Al-Quran, sampai ia dihampiri oleh Faza yang tiba-tiba mencekiknya. Entah bagaimana dia nampaknya sedang kesurupan, Nia hanya bisa berteriak tak berkutik dalam cengkraman Faza yang begitu kuat.


Wajah para santriwati itu semakin panik ketika Nia tersengal-sengal hampir pingsan, Mbak-Mbak Santri senior bergegas memberanikan diri memegangi Faza. Empat orang santriwati meski dibuat kewalahan berhasil membuat Faza melepaskan cengkramannya, seketika keduanya ambruk pingsan.


Nia dengan cepat digotong Mbak senior ke UKS pondok, saat gilirannya, Faza tiba-tiba terbangun dan kembali mengamuk. Pupil Gadis itu kini memutih, dia mengeram dan berteriak membuat semua Santri ketakutan, hanya mbak-mbak senior yang berusaha menahannya. 


Meski begitu, 4 orang pun tak cukup untuk menahan Faza, tenaganya tiba-tiba semakin kuat hingga keempat santriwati senior itu terpelanting. Gadis itu semakin tak terkendali, wajahnya semakin merah menjadi-jadi.


Tibalah tiga orang santriwati senior dari luar Aula mengiringi Ibu Nyai Zulfa, mereka bertujuh membantu memegangi tubuh Faza sekuat tenaga. Salah satu dari mereka mendorong belakang lutut Faza hingga membuatnya jatuh berlutut, Bu Nyai Zulfa segera memegang kepala santriwatinya itu sambil membacakan sholawat Tibbil Qulub.


Sosok dalam tubuh gadis itu berteriak tak mau kalah, tubuhnya benar-benar terbang sebelum Mbak Mbak senior berhasil menariknya turun. Faza terjerembab ke lantai, telungkup diiringi gema sholawat tibbil Qulub dari seluruh santriwati di aula atas perintah bu nyai.


Bu Nyai Zulfa dengan sigap kembali membacakan Hizib dan ayat Alquran di telinga kanan dan kiri santri itu. Wajah Faza memerah dan sosok di dalam raganya mulai menggeram tak karuan. 


“Seng ning jero rogone bocah iki rak trimo aku tok, wakeh bongso jin senng ngantri mlebu ning dalan getihe”.[2] 


 “Dia ini milik Allah”, sanggah bu nyai, “sopo kowe wani-wanine mlebu ning jero rogone bocah iki"[3]


“Hahahahaha…” sosok itu tertawa melengking membuat santriwati di aula berjingkat miris, hanya bu Nyai Zulfa yang tetap di tempatnya. “Aku ning rogo iki dikon karo tuanku!”[4]


Bu Nyai Zulfa langsung menekan tengkuk Faza, dia terus membacakan Hizib dan ayat kursi berulang kali. Sosok dalam raga Gadis itu berteriak-teriak, wajahnya mengerang kepanasan. Dia terus mencoba memberontak, secepat kilat Ibu Nyai menekankan jempolnya ke jidat Faza kuat.


Allahu Akbar!!” pekiknya.


Sosok di dalam tubuh Faza tiba-tiba menjerit keras memecah kesunyian malam, tenaganya melemah. Lalu Faza pingsan.


Sekarang jam menunjuk angka 12, tepat tengah malam suasana kembali sunyi. Beberapa saat setelah kejadian itu Faza terbangun di UKS pondok. Perutnya terasa mual seketika dia langsung muntah. Ibu Nyai Zulfa yang dari tadi mendampingi menenangkan santriwatinya itu sembari memberikan air doa untuk diminum.


Ketika Faza selesai minum, gadis itu sadar ada yang tidak beres dengan dirinya. Faza tahu dia baru saja kesurupan. Ibu Nyai Zulfa pun menanyai latar belakang faza sehingga dia bisa seperti ini, faza bercerita kalau dia memang sering mengalami seperti itu sejak simbahnya meninggal. 


Tamat. 

 

[1] Bahasa Jawa artinya "Diam kamu!!"

[2] Dalam Bahasa jawa yang artinya “ di dalam raga anak ini bukan Cuma aku saja, tapi banyak jin yang engatri u tuk memasuki aliran darah nya”

[3] Dalam Bahasa jawa yang artinya “dia ini milik allah , siapa kamu berani-beraninya masuk di raga anak ini”

[4] Bahasa jawa yang artinya “aku di raga ini disuruh oleh tuanku”


Penulis: Nila Amalia Husna

0 Komentar