Pada tanggal 17 Agustus kemarin bangsa Indonesia merayakan hari kemerdekaannya yang ke-79, perjuangan kemerdekaan ini tidaklah digapai dalam waktu yang singkat. Perlu waktu dan perjuangan yang panjang dari berbagai elemen bangsa untuk mencapai kemerdekaan.
Ada peran kaum terpelajar yang gigih mengobarkan perjuangan kemerdekaan bangsa di baliknya, di mana kaum terpelajar ini sekarang bernama mahasiswa. Mahasiswa, sebutan bagi sekelompok pelajar di perguruan tinggi yang identik dengan pikiran yang kritis, wawasan yang luas dan pengabdian kepada masyarakat.
Stereotip yang mungkin terlihat berlebihan, namun wajar mengingat kegigihan kaum terpelajar atau mahasiswa di zaman kolonial dalam mengobarkan semangat melawan penjajah.
Sejak zaman kolonial, semangat kejuangan dan pengabdian mahasiswa sudah teruji. Terbukti banyaknya nama mahasiswa pejuang kemerdekaan yang tercatat sebagai pahlawan, ini menegaskan kiprah mereka sebagai pilar-pilar bangsa dahulu hingga sekarang.
Mahasiswa, memperjuangkan kemerdekaan di negeri penjajah
Politik balas budi yang digaungkan Belanda pada abad ke-20 telah memberi kesempatan putra-putra bangsa untuk menempuh pendidikan di negeri Belanda. Sejak itu mengalirlah gelombang pelajar dan mahasiswa Indonesia yang melanjutkan studi di negeri Belanda.
Para mahasiswa tersebut kemudian membentuk sebuah perkumpulan bernama Indische vereeniging (Perhimpunan Hindia) pada 1908, mulanya perhimpunan ini tidak bergerak dalam bidang politik, hanya sebatas wadah untuk menjalin persaudaraan sesama mahasiswa Hindia di Belanda.
Namun seusai Perang Dunia I, Perhimpunan Hindia mulai bergerak ke arah politik. Pidato Presiden AS Woodrow Wilson tentang hak menentukan nasib sendiri bagi bangsa-bangsa terjajah dalam sidang Liga bangsa-bangsa, menggugah kesadaran mahasiswa Indonesia.
![]() |
Foto Anggota Perhimpunan Indonesia (Koleksi Perpustakaan Leiden) |
Organisasi Perhimpunan Indonesia menjadi garda terdepan menggaungkan semangat nasionalisme bangsa Indonesia. Pergerakan perhimpunan ini semakin menguat di bawah pimpinan Muhammad Hatta, mereka aktif menuntut kemerdekaan melalui tulisan dan konferensi-konferensi internasional.
Selain itu, organisasi Perhimpunan mahasiswa menjalin kongsi dengan berbagai organisasi anti kolonial lainnya. Mereka juga menjalin hubungan dengan perhimpunan mahasiswa di di negara lainnya, Misalnya pada tahun 1927 Muhammad Hatta mewakili Perhimpunan Indonesia menghadiri Brussel konferensi yang diadakan oleh League Against Imperialism yang membuatnya menjalin hubungan dengan aktivis anti kolonialisme lainnya.
Akibat sepak terjangnya yang yang radikal dalam menentang Kolonialisme membuat organisasi Perhimpunan Indonesis sempat dicap sebagai organisasi terlarang, puncaknya pada Juni 1927 beberapa tokoh pemimpin perhimpunan Hindia seperti Muhammad Hatta, Nazir Datuk Pamuntjak, Abdul Majid Djojodiningrat, Ali Sastroamidjojo ditangkap polisi Belanda dengan tuduhan penghasutan publik.
![]() |
Muhammad Hatta, pada tahun 1927 mewakili Perhimpunan Indonesia menghadiri konferensi Brussel |
Perjuangan perhimpunan mahasiswa indonesia di belanda telah mereka memberikan kontribusi yang besar bagi pergerakan nasional Indonesia. Sepulangnya di indonesia para tokoh PI masih terus melanjutkan kiprahnya, mereka mendirikan Jong Indonesia atau perkumpulan Pemuda di Indonesia.
Jong Indonesia dipelopori oleh Mr. Sartono, Mr. Soenario, dan Mr. Boediono. Ketiganya tidak lain adalah mantan mahasiswa pengurus Perhimpunan Indonesia di Belanda. Tak heran jika nama Indonesia juga disematkan pada organisasi Jong. Atas peran aktif dari Jong Indonesia, tercetuslah Sumpah Pemuda yang diikrarkan pada 28 Oktober 1928.
Sumpah Pemuda mempunyai makna yang mendalam bagi pergerakan nasional selanjutnya, yakni membangkitkan kesadaran bangsa Indonesia sebagai bangsa yang satu. Dengan ini perjuangan rakyat tidak lagi bersifat kedaerahan, namun telah menjadi kesatuan yang kuat.
![]() |
Diaroma Sumpah Pemuda, Ilustrasi Suasana Saat Ikrar Sumpah Pemuda Seperti Foto Aslinya |
Mahasiswa, pilar penentu nasib bangsa
Telah 79 tahun berlalu setelah para putra terbaik bangsa berhasil memproklamasikan kemerdekaan negara kita, banyak hal telah berubah sampai saat ini. Mahasiswa selama ini banyak menunjukkan kiprahnya untuk kemajuan bangsa.
Dimulai ketika mahasiswa melawan kolonialisme, saat mereka memproklamasikan kemerdekaan, ketika mahasiswa meruntuhkan orde lama, sampai ketika mereka menegakkan reformasi pada 1998.
Semua itu menegaskan peran mahasiswa sebagai ujung tombak bangsa, sebagaimana disebutkan dalam Tri Dharma perguruan tinggi (pendidikan, penelitian, pengabdian), mahasiswa mempunyai penting sebagai jembatan penghubung untuk memajukan bangsa.
![]() |
Demonstrasi Mahasiswa Menyuarakan Hak Rakyat (Sumber: Vivo.id) |
Terkadang kita terhenti sejenak untuk merenungi pertanyaan ini, melihat kondisi era sekarang dimana banyak terjadi kemerosotan moral bahkan di kalangan mahasiswa sendiri.
Sekilas kita melihat perbedaan yang jauh antara generasi mahasiswa pendiri bangsa dan generasi sekarang. Para pendiri kita dikenal sebagai para mahasiswa yang berpikiran luas, memiliki tekad yang kuat dan empati tinggi pada bangsanya.
Namun sekarang, lebih banyak mahasiswa dengan moral rusak dan mental cacat. Mereka lebih suka hura-hura daripada mengasah bakatnya, lebih suka joget dan flexing di Tik Tok daripada membaca buku atau lebih suka berpacaran dibanding aktif organisasi. Bahkan di luar sana banyak dari mereka yang terjerat narkoba dan seks bebas.
![]() |
Ilustrasi krisis moral melanda generasi muda termasuk mahasiswa (sumber: VOA Islam) |
Melihat semua fenomena ini, menjadi jelas bahwa musuh yang dihadapi para mahasiswa dan pelajar sekarang bukanlah penjajah Belanda atau Jepang, tetapi diri mereka sendiri.
Di tengah keresahan degradasi moral yang menerpa, hendaknya kita mahasiswa berkaca pada para pendiri bangsa. Segala keingintahuan, tekad, keberanian, empati dan cita-cita luhur mereka hendaknya menjadi refleksi bagi kita dalam belajar berorganisasi dan berkontribusi bagi masyarakat
Meskipun begitu, semuanya kembali pada mahasiswa, pilar penentu nasib bangsa. Sebagaimana mereka menjadi ujung tombak kemajuan bangsa, baiknya mereka akan membawa kejayaan, namun buruknya akan menghancurkan.
Pada akhirnya, di tengah kebingungan dan krisis moral yang terjadi, sebagai mahasiswa satu-satunya jalan kembali kita adalah dengan berkaca pada tekad dan cita-cita luhur para pendiri bangsa. (Fataan Al Farabi/Mahasiswa PBA IPMAFA)
0 Komentar