Sejak awal berdiri, IPMAFA mempunyai dua kebijakan pembayaran UKT yaitu lunas dan dispensasi, mengangsur UKT adalah bentuk dispensasi IPMAFA dengan skema 50%, 25%, 25%.
IPMAFA memang tidak memberlakukan uang gedung. Sehingga sumber keuangan diantarannya adalah dari UKT, usaha usaha seperti mafa mart, kantin, mafa press, dan upaya dari pimpinan untuk melakukan fundraising dan channeling.
Dalam hal ini, UKT mahasiswa memang bukan satu satunya sumber keuangan kampus, tetapi ketika tunggakan dibiarkan berlarut larut akan berpengaruh pada stabilitas neraca keuangan, berjalannya program pembelajaran di IPMAFA, serta pengadaan sarana pra sarana. Karena tidak mungkin pembayaran internet di IPMAFA sampai menunggak seperti UKT mahasiswa.
Wakil Rektor II saat diwawancarai kru LPM memaparkan bahwa ketika keuangan tidak stabil maka akan berdampak pada banyak hal.
"Kami berharap mahasiswa saling memahami bahwa tindakan kecil yang dilakukan, seperti tidak menyalurkan uang UKT orang tua untuk membayar tidak terjadi berulang ulang. Seolah olah dirinya yang melakukan tapi berdampak pada orang lain." tutur Warek II.
Jika ada kesulitan membayar UKT, kampus memberikan solusi untuk datang pada wakil rektor II matur dan berdiskusi. Sebagaimana yang dijelaskan pihak rektorat bidang administrasi, bahwa beberapa hari lalu ada mahasiswa yang tidak mempunyai orang tua, menanggung biaya hidup sendiri dan datang kepada pihak kampus. Disinilah, kampus perlu mengambil kebijakan khusus yang tidak tertulis.
Konsekuensi bagi mahasiswa penunggak adalah dengan bertemu wakil rektor II bersama orang tua atau wali. IPMAFA menyediakan forum itu bagi mahasiswa, berdiskusi antar beberapa pihak, jadi untuk mahasiswa jangan merasa kebijakan ini merugikan. Karena sebenarnya perilaku yang dilakukan mahasiswa sebagian tadi justru lebih merugikan orang tua, kampus, serta berpengaruh terhadap 1600 mahasiswa lainnya dalam proses pembelajaran.
“Kami ingin mahasiswa dapat jujur, amanah dan berperilaku dewasa. Kalau tidak bisa menjadi bermanfaat minimal tidak merugikan. Satu lagi mbak, adapun men- DO (drop out) mahasiswa bukan wilayah keuangan tapi wilayah akademik. Kami mengurusi stabilitas keuangan, jangan sampai sistem keuangan ini mengganggu proses pembelajaran mahasiswa. ” tambah Ibu Naharin.
Satu sisi mahasiswa benisial (AR) menyampaikan pertanyaan pada salah satu kru Analisa terkait penunggakan UKT, ia berasumsi seakan akan mahasiwa yang putus kuliah di tengah jalan bebas tidak menanggung biaya UKT. Menanggapi hal tersebut pihak rektorat menjelaskan terkait mahasiswa penunggak berarti tercatat didalam sistem keuangan sebagai piutang. Hutang sampai kapan pun harus dibayar karena dia sudah menikmati pembelajaran sebagai mahasiswa, itu berlaku sampai 14 semester.
Kebijakan penunggakan UKT berdasarkan informasi yang didapatkan oleh kru Analisa bukan dikarenakan wakil rektor II baru, tapi karena ada pemberlakuan SIAKAD online yang berdampak pada banyak hal termasuk tunggakan mahasiswa, khs online, krs online, akademik online, bahkan nantinya akan sampai pada absen online.
Terkait tidak berlaku nya surat telat pembayaran, berangkat dari evaluasi rektorat dan staf keuangan:
Pertama, terdeteksi ketidak konsistensi mahasiswa yang meminta dispensasi dengan apa yang ditulis. Kedua, mahasiswa menunggak melebihi tiga semester. Ketiga, beberapa mahasiswa yang tidak amanah terhadap orang tua, dan terakhir ada mahasiswa yang memang emergency, tidak punya orang tua dan banting tulang sendiri.
“Saya tidak bisa memilah mana yang benar benar emergency dan tidak, maka untuk memudahkan hal itu kebijakan ini muncul. Selembar kertas tidak cukup untuk menjadi jalan verifikasi. Kami butuh pihak pihak yang memverifikasi yaitu walinya.” pungkas Ibu Naharin. (Kamal.Red)
0 Komentar