Urgensi Kompetensi Profesional Guru di Era Disrupsi

 

Kini hadirlah era disrupsi, suatu era yang ditandai dengan perubahan dahsyat di segala bidang kehidupan. Fenomena yang tidak terbayangkan sebelumnya, terjadilah pada era ini. Teknologi internet dan perangkat- perangkat pendukungnya telah membuat hidup seakan serba penuh otomatisasi.

Kondisi demikian menjadi tantangan tersendiri bagi guru. Mau tidak mau guru harus meningkatkan kompetensi agar tidak tertinggal atau tergilas oleh dahsyatnya perubahan. Kompetensi yang mana? Idealnya, guru harus meningkatkan kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.

Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005, kompetensi pedagogik adalah kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

Kompetensi kepribadian adalah kemampuan personal yang men- cerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

Sementara, kompetensi profesional adalah penguasaan materi pem- belajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang me- naungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya.

Dalam tulisan ini, saya hanya akan membahas urgensi kompetensi profesional guru di era disrupsi. Pada dasarnya, di era disrupsi dituntut untuk meningkatkan kompetensi profesional yang meliputi: 

1. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung pelajaran yang diampu.

2. Mengusai standar kompentensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang pengembangan yang diampu.

3. Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif. 

4. Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan denganmelakukan tindakan reflektif.

5. Memanfaatkan TIK untuk berkomunikasi dan mengembangakan diri.

Mengapa peningkatan kompetensi profesional itu penting dan urgen? 

Pertama, guru harus lebih menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mutakhir dan kekinian (updated). Dengan menguasai kemampuan mendasar ini, guru akan memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Bagaimanapun, mereka menghadapi siswa-siswa milenial yang tak kalah maju dalam memanfaatkan berbagai produk teknologi. Jika guru tidak meng-update dirinya, mereka akan kalah berlari disbanding para siswa.

Kedua, jika guru tidak mengupdate diri dalam menguasai standar kompentensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang pengembangan yang diampu, maka tamatlah dia. Ini ancangan bagi guru untuk membelajarkan siswa. Jika dia tidak menguasainya dengan lebih baik, bayangkan apa yang terjadi dengan proses selanjutnya. Maka, tidak ada alasan lagi, guru wajib meningkatkan sub-kompetensi ini.

Ketiga, di era disrupsi dituntut untuk mampu mengembangkan materi pembelajaran dengan kreatif. Jika guru hanya menggunakan materi yang itu-itu saja alias monoton dan outdated, maka pastilah akan ditingal- kan oleh siswa. Siswa sudah meloncat beberapa langkah ke depan, guru masih berada di baris belakang. Sebaliknya, jika guru kreatif, dia akan tetap menyuguhkan materi yang kreatif dan menyenangkan bagi siswa. Bukankah belajar itu akan berhasil ketika didukung suasana yang menyenangkan?

Keempat, guru dituntut untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan. Guru di era disrupsi adalah guru pembelajar sepan- jang hayat. Dia banyak membaca dan belajar tentang bidang ilmu dan ilmu-ilmu pendukungnya. Dia juga mengikuti berbagai pelatihan yang dibutuhkan. Dia juga menulis karya tulis ilmiah dan semi-ilmiah dalam rangka meningkatkan keprofesionalan. Membaca dan menulis tidak terisahkan dari kehidupannya.

Terakhir, guru tidak boleh gaptek alias gagap teknologi. Guru justru wajib memanfaatkan TIK untuk berkomunikasi dan mengembangakan diri. Yang belum mahir menggunakan gadget canggih untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri harusnya segera belajar. Mengapa? Karena siswa di era disrupsi adalah mereka yang digital natives, generasi melek digital. Mereka sudah canggih berteknologi. Jika guru tidak beradaptasi dengan perubahan dahsyat ini, guru hanya akan menjadi makhluk anch di depan siswanya.

Sikap Positif dan Adaptif

Meningkatkan kompetensi profesional di era disrupsi, sejatinya dapat ditempuh dengan berbagai cara, bergantung bagaimana sikap guru dalam menghadapi era disrupsi itu sendiri. Bahkan, ada sifat dinamis yang melekat pada guru demikian, sejalan dengan dinamika perubahan.

Kedinamisan inilah merupakan kesempatan bagi guru untuk melahirkan berbagai cara menguatkan kompetensi professional mereka. Dalam konteks ini, diperlukan positif dalammelihat setiap perubahan. Perlu diambil nilai, makna, dan hikmahnya. Itu sebuah kesadaran bahwa sepanjang manusia hidup dan berkembang dalam dinamika sosiokultural, perubahan itu adalah sebuah keniscayaan (sunnatullah); manusia hanya bisa terima beres. Pada sisi lain, manusia hakikatnya menginginkan suatu perubahan tertentu dalam hidupnya, secara individual maupun secara sosial. Manusia tidak suka kondisi stagnan dan mati.

Bagaimanapun, sikap positif akan menggugah kesadaran sejati bahwa yang abadi adalah perubahan itu sendiri, dan bahwa manusia di- anugerahi kemampuan dan naluri mendasar untuk menyelesaikan masalahnya dalam setiap perubahan. Pengetahuan dan pengalaman yang terus berkembang sejalan dengan waktu mengajarkan bagaimana menyikapi perubahan. Begitulah seharusnya guru memaknai makna sikap positif da- lam merespon perubahan.

Dengan sikap positif, guru perlu menyadari bahwa perubahan ya perubahan. Perubahan pastilah terjadi pada setiap masa. Guru tidak perlu gumunan (terheran-heran, terbengong, terpana) atas perubahan. Biasa saja, wajar-wajar saja. Perubahan itu alamiah; jadi mengapa guru harus gumunan dan seakan gerah serta takut akan perubahan. Perubahan, baik dicegah maupun dihalangi, akan tetap terjadi; dengan tingkat intensitasnya sendiri. Selain sikap positif, guru harus memiliki kemampuan adaptif. Ya, guru harus selalu berusaha menyesuaikan diri dengan setiap perubahan.

Sebagai manusia, guru pun terlahir tanpa sehelai benang pun, lalu diberi anugerah berupa pakaian, bisa merangkak, berjalan, lari, bersekolah, dan seterusnya. Dengan didikan orangtua yang penuh disiplin, guru pun menjalani dan melampaui berbagai perubahan. Itulah kemampuan adaptif yang telah dianugerahkan oleh Tuhan, telah menyatu dengan para guru yang memang suka bersikap positif. Buktinya, kini para guru terbiasa menggunakan ponsel untuk berkomunikasi; bahkan fitur-fiturnya memungkikan guru membangun berbagai komunitas literasi, memesan taksi, makanan, transaksi, berbisnis, dan sebagainya. Kecanggihan-kecanggihan semacam ini tidak pernah di bayangkan sebelumnya; namun, kini siapapun, termasuk guru, harus beradaptasi dengannya.

Disadari, jika guru tidak adaptif, pastilah mereka akan menjadi "manusia purba" di era disrupsi ini. Mereka akan dicap gaptek, jadul, primitif, dan sebutan stigma negatif lainnya. Mereka akan tergilas oleh zaman. Mereka bahkan akan terkucil dan terbuang dari peradaban. Tamatlah mereka sebagai manusia. Mereka hanya sebuah subjek yang kehilangan makna dalam konteks sosial.

Kreativitas

Dengan sikap positif dan adaptif, guru akan tergerak secara otomatis  menjadi kreatif dalam meningkatkan kompetensi profesional Dia akan memperbanyak belajar setiap hari, membuat dirinya literat dalam bidang ilmunya dan bidang-bidang sekitarnya. Dia menyesuaikan diri dengan produk-produk teknologi yang canggih dalam meningkarkan profesionalitasnya.

Untuk mengupdate wawasan tentang keilmuwan yang ditekuninya, guru dapat mengunduh bebagai materi, baik buku maupun artikel jurnal, lewat internet. Tersedia bahan bacaan yang melimpah, tinggal memilah dan memilih yang paling disukai. Belajar tidak hanya di bangku kuliah, melainkan juga di kehidupan nyata, termasuk memanfaatkan internet semacam itu. Untuk itulah, bahan materi ajar pun dapat diunduh di sana pula.

Contoh sederhana, guru dapat menemukan video-video yang relevan untuk pembelajaran bagi siswanya. Dengan media mengajar semacam itu, guru akan sangat terbantu untuk menyampaikan materi de- ngan bagus. Pada sisi lain, siswa akan memperoleh kesenangan dalam belajar; setidaknya, siswa terhindar dari situasi belajar yang monoton. Variasi situasi belajar semacam itu sangat bermanfaat untuk mendukung tercapainya tujuan belajar.

Singkat kata, kreativitas guru akan tumbuh dan berkembang se- jalan dengan sikap positif dan adaptifnya dalam menyikapi era disrupsi. Mereka tidak perlu didikte dalam melakukan sesuatu. Mereka memiliki inisiatif sendiri, dengan aneka cara dan bentuk. Mereka siap mengolah perubahan menjadi bentuk-bentuk tindakan yang bermanfaat bagi diri sendiri dan para siswa.

Sebagai penutup, di era disrupsi, marilah memetik sebuah kearifan yang manis bahwa sikap positif dan kemampuan adaptif membuat kita hidup dan eksis hingga sekarang. Alhamdulillah, puji syukur terpanjatkan kepada-Nya. Betapa indahnya kita bisa menghidupkan hidup ini dengan segala pernik mutiara makna dan hikmahnya. Betapa nikmatnya anugerah dan kenikmatan yang Allah limpahkan.

Much. Khoiri, penggerak literasi

0 Komentar