Mendengar kata Perpustakaan
mengingatkan kita pada masa kekuasaan Bani Abbasiyyah di mana pada saat itu perkembangan
perpustakaan di dunia Islam mencapai puncaknya. Perpustakaan Bait al Hikmah di
Baghdad pada masa itu menjadi pusat sumber ilmu pengetahuan dan budaya di dunia
Perpustakaan selalu memiliki
peran strategis sebagai pusat informasi, rekreasi dan literasi bahkan hingga
saat ini. Dalam hal literasi, perpustakaan sangat berperan dalam melakukan
pembinaan terhadap masyarakat untuk menumbuhkan minat baca dan melek terhadap
informasi.
Literasi bukanlah hal baru,
sebagaimana yang pertama kali Allah SWT perintahkan kepada Nabi Muhammad Saw
adalah “membaca”, bukan sekolah, bekerja, atau yang lainnya. Perintah ini jelas
merupakan perintah literasi. Perintah Tuhan ini ternyata sangat relevan
sepanjang sejarah kehidupan manusia, baik klasik maupun modern seperti saat
ini.
Berdasarkan survei yang dilakukan
Program for International Student Assessment (PISA) yang di rilis Organization
for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019, Indonesia menempati
peringkat ke 62 dari 70 negara, atau merupakan 10 negara terbawah yang memiliki
tingkat literasi rendah. Data tersebut menunjukkan persoalan literasi masih
menjadi hal yang harus dibenahi, salah satu caranya dengan mengoptimalkan peran
perpustakaan, terutama di lingkungan kampus, dalam meningkatkan literasi
mahasiswa.
Berbicara mengenai perpustakaan
kampus, IPMAFA sendiri merupakan perguruan tinggi swasta yang memiliki beberapa
fasilitas untuk menunjang pendidikan baik itu ruang laboratorium bahasa,
laboratorium microteaching, studio penyiaran sampai dengan adanya perpustakaan
yang pada hakikatnya mempunyai banyak peran strategis dalam dunia literasi.
Sejauh apa peran Perpustakaan
IPMAFA dalam meningkatkan Literasi Mahasiswa?
Peran semua perpustakaan dalam
pembinaan literasi sangat besar. Perpustakaan mempunyai kontribusi dalam
berbagai aspek, di antaranya sebagai pusat informasi, sarana transfer ilmu,
membangun kesadaran minat baca, tempat sharing pengetahuan, dan sebagai
fasilitator.
Sebagai pusat informasi,
perpustakaan IPMAFA menyediakan berbagai buku referensi untuk mahasiswa, dengan
prosentase 70% buku akademik yang relevan dengan jurusan mahasiswa dan 30%
fiksi sebagai sarana refresing untuk mahasiswa. Setiap tahunnya, perpustakaan
IPMAFA mendapatkan donasi dari mahasiswa yang akan wisuda untuk kemudian
dialokasikan pada penambahan koleksi pustaka.
Di samping buku referensi yang
disebutkan di atas, perpustakaan IPMAFA juga menyediakan koran sebagai media
informasi bagi civitas akademik. Koran yang disediakan di antaranya adalah
Kompas, Jawa Pos, dan Suara merdeka. Namun, karena kurangnya peminat dari
mahasiswa, dan semakin banyaknya portal online yang lebih cepat dalam
menyampaikan informasi, akhirnya dua koran yakni Jawa Pos dan Suara Merdeka,
distop oleh pihak perpustakaan dan hanya bertahan di koran Kompas.
Dalam menjalankan peran untuk membangun minat baca dan sebagai tempat sharing ilmu, perpustakaan IPMAFA memiliki Library Corner (selanjutnya disebut LC) sebagai perpanjangan tangan untuk menyampaikan informasi kepustakaan kepada mahasiswa. LC merupakan organisasi di bawah koordinasi perpustakaan IPMAFA yang dipegang oleh beberapa mahasiswa IPMAFA yang dipandang aktif di perpustakaan.
LC sendiri memiliki beberapa
program strategis, di antaranya adalah mengadakan kegiatan diskusi dan
pelatihan. Berdasarkan data yang didapatkan kru wawancara Analisa pada 23/06/23
secara langsung. Perpustakaan IPMAFA pernah menyelenggarakan Workshop
Jurnalistik yang dilaksanakan pada tahun 2019 dengan tema “Mewujudkan Literasi
Mahasiswa Produktif Melalui Penulisan”. Pada tahun 2020 LC juga rutin
mengadakan kegiatan diskusi.
Di samping dua kegiatan tersebut,
LC juga sering melakukan sosialisasi kepada mahasiswa IPMAFA tentang pentingnya
membaca. Namun, sejak pandemi pada tahun 2019 lalu, seluruh program LC ini agak
tersendat, bahkan hingga saat ini, kegiatan diskusi dan pelatihan yang diadakan
LC masih vakum. Sehingga, untuk saat ini perpustakaan IPMAFA hanya berperan
dalam pelayanan sirkulasi. Dan belum merambah pada kegiatan diskusi serta
pelatihan karena beberapa faktor dan pertimbangan sebagaimana yang dipaparkan
di atas.
Tantangan Perpustakaaan IPMAFA
di Era Digital
Dengan berbagai peran di atas,
perpustakaan IPMAFA perlu melihat berbagi peluang dan tantangan di era digital.
Era digital yang terjadi saat ini memunculkan beragam problem yang harus
dihadapi oleh perpustakaan IPMAFA. Diantaranya adalah menurunnya kuantitas
pengunjung, minat baca, budaya literasi, hingga ketidaksiapan dalam
digitalisasi perpustakaan.
Perkembangan teknologi memberikan
dampak bagi semua lini termasuk salah satunya menurunnya kuantitas mahasiswa
dalam mengunjungi perpustakaan baik yang ingin membaca buku atau ingin meminjam
buku sebagai refrensi.
Melalui data yang kami dapat dari
pustakawan IPMAFA. Tingkat minat kunjungan mahasiswa ke perpustakaan semakin
menurun jika dibandingkan dengan sebelum Pandemi. Tentunya, yang menjadi salah
satu penyebab adalah perkembangan teknologi informasi. Dimana para civitas
akademika dapat mengakses referensi secara online seperti Indischool,
englisbean, dan jurnal online yang dirasa lebih praktis dari pada mengunjungi
perpustakaan.
Aktivitas membaca dan tingkat
literasi pada umumnya masih belum menjadi kebiasaan (habit dikalangan mahasiswa).
Kecuali dilakukan untuk memenuhi tugas akademik perkuliahan belaka. Adapun
faktor yang menyebabkan budaya literasi pada mahasiswa masih rendah salah
satunya adalah penggunaan teknologi informasi yang lebih canggih sehingga buku
tidak lagi menjadi media utama untuk mendapatkan informasi yang diharapkan.
Karena melalui piranti digital dimana saja dan kapan saja, mahasiswa dapat
memperoleh informasi.
Jika dilihat dari hakikat perpustakaan dan sumber daya manusia. Maka
perpustakaan tidak akan tergantikan oleh aplikasi-aplikasi tersebut jika
pengelola mampu untuk lebih memaksimalkan. Karena kuncinya pada manusia, bukan
pada infrastruktur. Bila pengelola perpustakaan dapat membuat dirinya hadir
tidak lebih dari sekadar penyelenggara administrasi perpustakaan. Maka dia akan
tergantikan oleh teknologi.
Pustakawan hendaknya mampu
memainkan peran sebagai kurator, guru, dan inspirator serta penghubung para
pengunjung perpustakaan dengan baik. Pustakawan tidak saja harus berada di
perpustakaan. Tidak kalah penting dari itu, pustakawan harus bisa menjalin
kerjasama dengan perpustakaan lain, mengadakan kegiatan yang sifatnya dapat
membangun minat mahasiswa seperti halaqoh tadarus buku untuk menumbuhkan ekosistem
pembaca di lingkungan kampus.
Melihat tantangan di era digital
sekarang ini, Perpustakaan seharusnya tidak hanya sekedar sebagai tempat
penyimpanan koleksi buku saja. Perpustakaan harus terus menyesuaikan diri, tidak
hanya sekedar formalitas, tapi perlu adanya peningkatan kualitas baik dari
fasilitas komputer, ruang privat membaca dan berdiskusi serta menjalankan
kegiatan yang mengedukasi mahasiswa.
Perpustakaan mempunyai tugas tambahan untuk melek teknologi. Dunia perbukuan tidak dapat lepas dari pemanfaatan teknologi digital terutama dalam pencarian informasi. Ini karena generasi kita adalah generasi abad 21 yang hidup di era digital. Oleh karena itu, perpustakaan perlu memberikan edukasi digital kepada mahasiswa. Sehingga mahasiswa dapat mengambil informasi dengan bijak. (Bastomi/kamal.Red)
0 Komentar