Di bawah pohon
tampak sebagian santri sedang menyapu.Terdengar suara lidi dalam himpunan.
Nyaris serentak serupa paduan suara. Berisik, namun merdu di telinga.Tiba-tiba beberapa
sapu lidi yang sejak tadi mengalun bersihkan daun, kini berhenti, seseorang
mendekat.
“Nggak ngapalke
bram?”
“ngantuk aku man,
ntar aja di sekolahan”
“ibram-ibram...
jangan tidur terus, nafsu kalo kamu layanin ya gitu.. malah tambah manja!” seru
nya seseorang yang di panggil man.
“hahahaa..man
mann.. kalo ntar aku ngapalin sekarang, pasti aku gak fokus, ngantuk man yang
ada malah teklak-tekluk percuma dongg!!”
“mending aku tidur
dulu, ntar kan jadi bugar, sekalian merefresh otak iki lho budrek aku mikir
terus.” imbuh
nya.
“kamu itu lho
kalau di bilangin selalu saja ngeles bram, kapan berubah nya, jangan nunda
waktu terus, ntar keburu di serobot kesibukan lho..mumpung iki waktu senggang”
“iyo yoo man, wis
yo nguantok aku”
Yang di panggil man hanya geleng-geleng kepala. Baru satu
langkah badan ibram kembali berputar.
“eh iyo man,
mengko nek koe wes bar nyapu aku dio gugah yo?!”
“hadeh yo
bram..ibram”
“tenan yo..ojo
lali..ngko telat mangkat sekolah neh aku.. poin ku wes mbludak kok.!”
# #
Ibram begitulah
sapaan nya. Santri asal jakarta ini sangatlah populer di kalangan teman-teman
nya. Tapi terkenal karena bukan dalam prestasi ataupun kemampuan lainnya,
melainkan karena mbedul di pondok maupun di sekolah. Entah apa yang ada di
pikirannya, sehingga ia masih saja memakai sifatnya yang ada di rumah. Brandal
dan nakal.
“bram... tangi...
heh ayo lungo sekolah!”
“hoaaam.... jam
piro iki man?”
“jam setengah
pitu... ayo ndang budal sing ngastho iki mengko Abah Jim lhoo... biasa ne gasik
terus.”
Tak ada respon,
ibram kembali asyik melanjutkan tidurnya.
# #
“ wadah wis jam ½
9, gawat keno poin neh aku... kog gak ono seng gugah aku leh .,,,, hasyem,,,,’’
runtuknya kesal.
Dengan langkah
sigap ia menyambar seragam yang entah itu milik siapa, kekecilan, dekil dan
sudah lusuh. Tanpa melihat jadwal pelajaran ia mengambil buku seenaknya dan
berlari sampai dikelas.
“ as...
asssss....assalamualaikum....’’ ucapnya ngos-ngosan sambil menahan dadanya yang
sesak akibat berlari. Kemudian dia berjalan menunduk dan mencium tangan Abah Jim.
“lho..koe neh
nang,wanjek ah.. lapo wae nang koq nembe rawuh .... jadwal ceramah nek ndi
ae....’’ ibram hanya senyam senyum.
“ yo wis lungguh
,,,, sesok baleni neh !’’
Setelah duduk
ibram menyobek kertas dan menulis sesuatu, lalu melemparnya pada seseorang.
“ ssssstttt....
sssstttttt... man baca !!’’ perintahnya
“COPAS TUGAS
B.ARAB DONK! AWAS NEK ORA MOK DOHKE!!!!!’’
“ sekarang ayo
maju... menjelaskan tugas kemarin. Saya panggil mulai dari.... kamu..” tunjuk
beliau kepada seseorang.
“kulo bah??”
“iyo koe nang.. M.
Ibram Assyar Masakhi.. amamal fasl bil lughoh al-arabiyah... tafaddhal!!”
Ibram benar-benar gelisah, ia lupa
jika ada tugas B. Arab. Lha wong membawa buku pelajaran saja tidak, apalagi
mengerjakan. Malah yang ada catatan utang yang di bawa.
“mboten beto buku
bah..supe!”
“sing muk gowo iku
opo?!! Ndi buku pelajaranmu!!?”
“ndek wau gugur
bah..”
“Bram...ibram koe
iku ndak wes gedhe ah nang... ojo ngunu terus.. ileng umur...koe iku ndak
bakale dadi calon imam kanggo bojo lan anakmu ah.... ingat, ini bukan hanya
untuk ibram saja, tapi juga untuk kalian semua, pasti jauh-jauh datang nyantri
kesini tidak lain tujuan nya juga ngangsu banyu kahuripan, ngaji, ngalap
barokahe kiai, ora kok malah tholabun naum wa tha’am. Sudah sudah!”
“tsumma... Usman
Alam Hanafi... tafadhal ya akhwan..”
“syukron katsir ya
ustadh... assalamualaikum....”
# #
Jam klonteng pun
berbunyi nyaring.. tanda jam istirahat pun tiba.
“Hehh...koe kenal
paijah, iku lho.. cah bangku ngarep?”
“Paling ndak konco
ne markonah ah bram..” sambung rifqi.
“Hahahaa..”.tawa
mereka meledak kompak.
Ibram masih dengan
asyik duduk di atas meja, jigrang. Membicarakan tentang teman bangkunya anak
banat bersama kawan-kawannya hingga tertawa keras.
“woyy man.. arep
neng ndi koe? Rene lho cangkrukan ae nggosip no cah banat..”
“eh bram..iki lho
arep muthola’ah kitab”
“halah gaya mu leh
man” celetuk rifqi.
“nggace.. Usman
sok sregep og.. rene ae lho man!” ajak ibram.
“Wes ngapalke ta
durung bram? Mou jare arep ngapalke?”
“ra nggowo kitab
aku man”
“iku lho kitab ku
ono”
“ra usah.. wes
wess kono ndang mutola’ah, ra cocok forum ku koee, iki forum e cah gaul-gaul
kok..cocokem dadi kiai ae man”
“aminnn.. aku
pamit ndisek yo Bram,Rif.. Assalaamualikum”
“yo..yo..
wassalam”
# #
Dua tahun berjalan. Ibram masih dengan sifat
nya yang seperti dulu. Namun semakin tumbuh dewasa, tak semakin tumbuh pula
pemikiran nya. Yang ada justru ia malah semakin melunjak. Poin sudah tak
terbendung. Bolos pun menggunung. Rokok tak bertepi, jarang ngaji dan jamaah
pun selalu keri. Bahkan biasa nya ogah-ogahan.
Lain hal nya
Usman, santri yang nama nya selalu di eluh-eluh kan para guru dan teman-teman
nya. Usman yang tekun, rajin, giat belajar, aktif di organisasi dan tawadhu’
ini berasal dari jombang. Di tengah kesibukan nya, ia tak pernah lupa akan
tugas nya menjadi seorang santri, bertholabul ilmi, manut marang dawuhe kiai,
istiqomah ngaji. Dll
Di waktu senggang, ia pun masih
kerap meluangkan waktu nya untuk menemani gus nya. Meskipun terkadang di rasa
tubuhnya sudah sangat lelah. Namun semua ia niatkan untuk bertabaruk.
# #
10 tahun kemudian.
Pagi itu lalu lalang kendaraan memperbising suasana pagi. Suasana yang harus
nya damai, sejuk dan nyaman malah justru sebalik nya. Terdengar para jama’ah
sopir angkot pun berdatangan mengantar para kaum penumpang nya ke tujuan.
“Lagi tangi bram?”
sapa seorang bapak-bapak yang sudah agak tua
“hehehee injeh
pak.. masih nganggur belum dapat kerjaan..”
Tak berapa lama
beberapa sopir angkot dan tetangga nya pun heboh membicarakan sesuatu. Dengan
sedikit menguping, ibram tak sengaja mendengar pembicaraan mereka.
“Wahh.. ngko bengi
yo nekani ah kang..lha wong kiai ne josss kok!”
“sinten leh kang
asma ne?”
“itu lho kang
ustadh Alam hanafi” jawab ibuk-ibuk yang baru datang dari pasar.
“hoiyoo..kiai
kondang yang dari jombang itu tohh”
Karena penasaran
ibram pun bergabung dengan mereka, sekedar kepo ia pun berbasa-basi tanya.
“emange sinten tah
kang kiai ne?”
“anu..itu lho mas
ibram..Ustad Alam Hanafi dari jombang..yang sudah terkenal, punya pondok gede..dan
santri nya ewunan” jelas ibu-ibu tadi.
Ibram pun berpikir
ia seperti sudah tidak asing dengan nama tersebut. Namun entah lah siapa
pemilik nama itu.
“kapan kui pak
pengaosane?”
“nanti malam di
lapangan”
“ayo mas ibram..nderek..pengaosan
akbar lho..sampean kae ndak lulusan pondok a..”
Seperti di sayat
pedang, hatinya panas mendengar ia disebut sebagai anak lulusan pondok. Ada rasa malu, marah,
kesal, juga menyesal. Malam hari nya Ibram ikut menghadiri pengaosan akbar
tersebut. Terpampang sebuah bener berukuran besar bertuliskan “NGAOS BARENG
KIAI USMAN ALAM HANAFI DARI JOMBANG”
Ia pun kaget bukan
kepalang, hati nya bergerumuh mengingat-ingat nama itu. Nama yang dulu kerap ia
panggil sewaktu masih mondok, nama yang selalu mengingatkan nya ketika ia malas
sekolah, nama yang selalu mengingatkannya menghafal, nama yang selalu menemani nya
beberapa tahun lalu. Tak sadar mata nya sudah mulai basah.
“bukan nya itu
Usman...yang dulu selalu aku rendahkan, sekarang sudah jadi kiai kondang yang
sukses” batinnya lirih.
BRUAKKK.. Ibram
terjengkang, terdesak orang-orang berpakaian serba putih. Dan jatuh tepat di
hadapan Usman. Para pengawal usman pun geram dengan kecerobohannya. Ia pun
memaki-maki Ibram. Hingga Usman terusik dan mendekati nya. Ketika melihat Ibram
berdiri, Usman pun langsung merangkulnya, tangis haru pun pecah.
“Masya’allaaahhh...ente
kang Ibram Assyar Masakhi..Shohib ane... ya allahhh.. kaif ya akh..kaif..?”.
ternyata Usman pun tak melupakan Ibram meskipun sekian lama setelah lulus
mondok komunikasi dan jarak memutus mereka.
Begitulah hidup, sebuah takdir juga misteri yang kadang kita sendiri tak mampu menebak skenario alur akhirnya. Kita yang menanam dan memperoses.. kita juga yang akhirnya menuai dan menikmatinya.
Pena_ Badriyah N.
0 Komentar