Antara Aku dan Kalian

 

Sebuah pesantren yang menorehkan sejuta pengalaman hidup, pahit manis semua ada didalamnya. Namun bekal asatidz membuat aku bertahan sampai saat ini, tenanan golek ilmu lan khidmah. Aku hanya ingin apa yang aku lakukan itu bertujuan untuk ibadah bukan beban, karena manusia bodoh sepertiku tak pantas untuk membanggakan diri mengingat ngendikane  pak yai“sopo wonge seng puas karo opo seng di nduweni sak iki berarti wong kui termasok wong bodoh.”


Wacana dan wacana, teori dan praktek. Itulah  konsep pengajaran pesantrenku yang diasuh oleh dua pasangan yang intelektual, spiritualis, dan revolusiner. Tanpa ada sekelumit kata marah untuk para santri, motivasi dan sanjungan, dan beberapa amanah kerap menjadi strategi beliau untuk mendongkrak rasa percaya diri, integritas serta tanggung jawab santri.


Dalam mengasuh pesantren beliau membuat struktur organisasi untuk melatih kemandirian santri. Waktu itu, beliau menunjukku sebagai ketua. Sungguh tanggung jawab besar bagiku, yang kurang akan segalanya. Setelah personalia terbentuk dan diputuskan, malam hari nya aku megajak patnerku, sekretaris dan bendahara untuk mengkoordinir dan menjalankan rapat bersama pengasuh. Pada tahun itu juga seluruh takziran dirombak dan terdapat beberapa tambahan tugas kerja. “alhmadulillah sih semoga saja lebih baik,” kata itulah yang terselip dalam fikirku.


Seiring berjalanya waktu, disertai derup langkah tak menentu arah, semua telah terselesaikan dengan akhir yang menurutku kurang dari kata sempurna, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah semata. Engkau mengakhiri perjuangan dengan indah dengan ornamen ilmu, suka duka, kekuatan mental yang menjadi guru kehidupanku hingga sekarang.


"Engkau mendidikku, menguatkan hatiku, dengan menempa berbagai hal, engkau memungkus tangisku sebagai pelajaran, engkau menorehkan gairah kerinduan dalam lubuk hati yang terdalam, hanya engkaulah tempatku mengadu, memohon, dan bersandar." tulisku pada secarik kertas


Saat itu aku mulai gemar menulis, entah curhatan atau opini-opini kecil tentang kehidupan. 


Semenjak menjadi ketua kala itu, banyak sekali yang saya alami. Mungkin mereka para santri terlalu polos melihatku, banyak teman sebaya pondokku yang berkata,”kamu itu egois, kamu tidak becus, kamu kurang baik, kamu terlalu otoriter, kamu kurang sopan, jadi kamu perlu berubah.” Kritikan pedas menjadi pembelajaran yang membuat aku bangkit.


“kalau manusia sama semua, wataknya baik  semua. Bukankah itu tidak indah, karena dengan adanya perbedaan kita punya berbagai cara pandang , dan keilmuan yang signifikan untuk mempersatukan,” tegas guru PKN ku dikelas.


Ternyata itulah pondok pesantren yang mencakup semua watak dan ciri khas manusia, setiap santri itu berbeda, dan cara pandang terhadap santri lain juga berbeda, jangan disalahkan , cukup diterima dan dipilah positifnya. Dan tujuan dari pengorganisasian pondok juga untuk mengajak dan mempersatukan santri sejalan dengan visi misi pengasuh untuk kebaikan pesantren. Karena kita bagaikan inti dari unsur bangunan, yang ketika kita hilang bangunan tersebut tiada bisa bertahan.


Antara aku dan kalian berbeda, dan perbedaan merupakan sunnatullah,  tergantung bagaimana kita mangambil makna dari segala sesuatu. Manusia cukup belajar dan beramal, untuk beribadah kepada Allah, semua yang ada di sekitar kita merupakan media, dan baik tidaknya media tegantung orang yang menggunakanya. Jangan lupakan nasehat beliau “dimana pun kamu berada,  jadilah pribadi yang bermanfaat dan mengambil manfaat.” Cukup kita amalkan tanpa memperdulikan cemoohan.


“ ayo cit, masuk!..” ajak temanku clara mengagetkanku sembari menggandeng tangan


Akhirnya kami berdua pun masuk dalam kamar ketika semua santri pulang dalam rangka liburan sekolah.


“ kamu tahu nggak kenapa aku mengajak kamu kesini, aku tahu tentang apa yang kau tulis dan fikirkan, aku tahu masa lalumu, ketika kau merasa sendiri, sahabat-sahabatmu pergi, cemoohan datang bertubi- tubi. Mungkin ketika aku berada diposisimu aku sudah nggak kuat, aku pasti akan pulang kerumah dan meninggalkan mereka yang membenciku. Namun tidak bagi kau, kau sangat kuat." ungkap clara melihatku.


Teringat sebuah masa dimana Nabi Muhammad SAW yang berjuang untuk menyebarluaskan agama islam, mengajak orang –orang dalam kebaikan. Beliau dihina dilempari bebatuan bahkan tak tertinggal kotoran manusia pun mereka lemparkan, beliau selalu teguh dan kuat. Namun ketika beliau dibenci, Nabi semakin mendekatkan diri kepada Allah Swt. 


"kata pak yai  kan gini cit, jadilah santri yang seperti paku, selalu kuat untuk menyatukan elemen walau disaat semua terhubung tiada yang memikirkanya, intine dadiyo koyok paku, dan aku percaya bahwa kamu telah melatih mentalmu dengan sangat baik, positif tinking aja cit, aku percaya dibalik coba’an pasti ada ilmu, semua orang kan berbeda justru kita harus bersatu untuk mencapai kebahagiaan hidup.” papar  clara yang duduk di karpet sembari memandang diriku.


Saat itu aku menangis mendengar kata temanku yang masih peduli denganku, “Allah memang maha baik, dia selalu ada dan menguatkanku.” batinku.


“terima kasih lho clara, kamu memang sahabat yang baik, kau mengerti apa yang aku rasakan, memang kita harus berdamai dengan keadaan bukanya menghindar dari keadaan, karena hidup tak selamnya bahagia, namun juga ada kesedihan yang denganya kita bisa belajar untuk menjadi dewasa.” sembari beranjak dari kursi aku tersenyum simpul pada clara.

Pena malika_2018

0 Komentar