Youth Space; Menggelorakan Resolusi Jihad Santri di Era Digital

 

Suasana saat acara Youth Space berlangsung di halaman kampus IPMAFA.

LPM Analisa- Sabtu, 29 Juli 2023 di halaman kampus IPMAFA telah terlaksana acara Youth Space dengan tema  "Membangun Generasi Santri Masa Depan yang Unggul dalam Pendidikan dan Pengembangan Diri". Acara tersebut diselenggarakan oleh Devisi talenta PP KMF pusat yang berkolaborasi dengan Pojok Diskusi IPMAFA (PDI).

PP KMF merupakan pengurus pusat KMF yang mempunyai Devisi Talenta Inovasi dan Pengembangan skill generasi muda PP KMF.  Kemudian Devisi tersebut mempunyai program atau produk yaitu Youth Space. Dimana youth space sendiri merupakan wadah untuk menampung kegelisahan anak muda mengenai fenomena yang terjadi saat ini. Begitulah yang disampaikan Syaiful Ahyar selaku pengurus PP KMF.

Dalam kesempatan yang sama Ahmad Basthomi  selaku perwakilan dari PDI (Pojok Diskusi IPMAFA) memaparkan bahwa Pojok Diskusi  merupakan forum jagong, diskusi dan ngopi yang berawal dari kegelisahan mahasiswa  terkait isu yang terjadi di IPMAFA secara  kritis dan filosofis.

Acara Youth Space yang diselenggarakan di halaman kampus IPMAFA tersebut menghadirkan 4 narasumber salah satunya adalah Ning Hj. Nawal Nur Arafah Yasin yang pada kesempatan tersebut menyampaikan materi secara online. Dalam pemaparannya, Ning Nawal menyampaikan terkait tujuan diadakannya acara Youth Space dan Peran Santri di era digital.

Selain menjadi salah satu ajang silaturahmi antar anggota Keluarga Mathali'ul Falah. Kegiatan Youth Space diharapkan dapat menjadi ajang bagi anak muda  dengan beragam latar belakang bakat dan minat untuk saling berbagi pengetahuan, pengalaman dalam mewujudkan santri masa depan yang unggul, baik unggul dalam pendidikan maupun pengembangan diri.

Seperti yang kita ketahui bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia yang sampai sekarang tetap memberikan kontribusi penting dibidang sosial keagamaan. Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan yang memiliki akar kuat dalam perjalanan nya mampu menjaga warisan serta memberikan pendidikan yang multi aspek. 

Pendidikan yang terdapat di pesantren merupakan pendidikan yang mengajarkan value-value kehidupan dan keislaman yang berjalan selama 24 jam tanpa henti, sehingga hal itu menjadikan peserta didik atau santri secara keseluruhan mempelajari ilmu yang kaffah. 

"Santri dan pesantren adalah dua entitas yang dapat berperan secara kontekstual sesuai dengan spirit zamannya," tandas Ning Nawal. 

Pada zaman dahulu KH. Hasyim Asyari mengeluarkan fatwa resolusi jihad karena pada masa tersebut bangsa sedang dalam masa mempertahankan republik Indonesia yang baru seumur jagung. Maka santri, kyai dan masyarakat bahu membahu mempertahankan kemerdekaan. Santri dan kyai berada di baris terdepan untuk merebut kemerdekaan Indonesia dari tangan penjajah.  

Di era milenial ini zaman sudah berbeda, peran resolusi jihad tersebut harus dimainkan oleh para santri sesuai dengan konteks zamannya. Sejatinya resolusi jihad perlu digelorakan kembali dengan konteks yang berbeda, bagaimana kalangan santri mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga tidak hanya mumpuni dalam bidang ilmu agama saja. 

Tantangan santri dimasa depan adalah membentengi diri dari pengaruh negatif era digital. Tantangan selanjutnya adalah yang berkaitan dengan tugas santri dalam masyarakat. Santri yang sepanjang Waktu nya mendalami agama islam atau tafaqquh fid din harus betul betul melaksankan peran nya sebagai pendakwah, sebagai pemberi informasi apa yang harus dan tidak boleh dilakukan masyarakat yang semakin digitalis.

"Santri harus menghadapi isu isu yang ada seperti terorisme dan informasi yang tidak sehat. Dengan keilmuan yang telah diperoleh dalam Pondok, santri diharapkan  mampu mengisi ruang digitalisasi dengan narasi damai yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan serta pemahaman mendalam tentang literasi digital," papar nya.

Santri harus mampu mewujudkan media sosial sebagai media dakwah yang memberikan banyak pengetahuan dan manfaat bagi banyak orang. Seiring masifnya perkembangan teknologi, santri harus tetap berdiri di barisan terdepan pada zamannya. Santri tidak hanya sekedar memahami ilmu fikih , ilmu hukum islam, tetapi juga harus menguasai teknologi. Bukan hanya ilmu nahwu, sorof, dan balagoh, tapi juga bisa mempelajari dan mengoprasikan software dan hardware.

Dengan adanya perkembangan teknologi dan informasi yang cepat dan tidak terbendung, kecakapan literasi atau literasi digital santri harus ditingkatkan. Kecakapan literasi dan digital adalah suatu kemauan, kemampuan dan spirit untuk memanfaatkan teknologi dan ilmu yang tesedia di dunia maya untuk menciptakan suatu produk-produk peradaban yang baru dan maslahah bagi kehidupan manusia. Selain  aktif menggunakan teknologi, menerapkan dan memanfatkan isinya, santri juga dituntut untuk mampu mengembangkan secara kreatif dan inovatif sehinga mampu bersaing dan menciptakan tantangan baru bagi dunia.

Santri tidak hanya sekedar memahami ilmu Al-Qur'an, hadits, mantiq atau ilmu logika. Tidak hanya memahami ilmu falak, faroidh dan tarikh . Tetapi santri juga mesti faham tentang ilmu ilmu yang sifatnya pengembangan seperti bagaimana pengelolaan limbah, ilmu arsitektur, pertanian, kelautan, kesenian dan berbagai bidang keilmuan lainnya. Atas dasar itulah literasi digital menjadi alat penting sebagai penyemai kebajikan serta menjadi sarana pembelajaran. 

"Dari teknologi dan literasi, santri dapat menjadi generasi yang unggul di masa depan. Menjadi SDM yang memiliki kualitas dan pribadi yang islami serta mampu menebar kebaikan dan kemaslahatan bagi alam semesta," pungkas Ning Nawal. (Kamal.Red)

0 Komentar