Tampak salah satu mahasiswi sedang melakukan pencoblosan di bilik suara dalam Pemilihan Umum Mahasiswa (Pemilwa) di Teras Institut Pesantren Mathali'ul Falah (IPMAFA) Pati pada 31/05/2023. |

Situasi tersebut menimbulkan tiadanya
pertarungan gagasan antar paslon. Walhasil partisipasi mahasiswa di bawah
standar sah Komisi Pemilihan Mahasiswa (KPM), yaitu 50% + 1 dari total jumlah
keseluruhan mahasiswa aktif.
Tak tangung-tanggung, Ketua Komisi Pemilihan Mahasiswa (KPM) M. Saib Abdillah mengungkapkan
ada 5 (lima) Lembaga Kemahasiswaan (LK) yang memiliki paslon tunggal dan belum
memenuhi kriteria UU Pemilwa.
Menurut data KPM, kelima LK tersebut adalah
HMPS Pendidikan Bahasa Arab (PBA), HMPS Pendidikan Anak Usia Dini (PIAUD), HMPS
Pengembangan Masyarakat Islam (PMI), HMPS Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) dan
HMPS Zakat dan Wakaf (ZAWA).
“Dari PEMILWA Kemarin (11/5/23), hasil pemilihan
ketua HMPS yang sesuai dengan peraturan hanya HMPS Perbankan Syariah (PS) dan
HMPS Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI),”
Imbuhnya.
Saib menjelaskan dasar
pelaksanaan pemilwa ulang ini sebagaimana tertuang
dalam Undang-undang Pemilwa BAB X Pasal 32 Tentang Pemilwa Ulang, ayat 3.
“Ini sudah mendapatkan persetujuan dari Senat Mahasiswa (SEMA) dan Wakil
Rektor 3 Bidang Kemahasiswaan
sebagaimana yang tertuang dalam undang-undang pemilwa,” terang Saib.
Minim Partisipasi
Mahasiswa
Minimnya
partisipasi mahasiswa diduga kuat menjadi buntut
gagalnya sistem kaderisasi partai yang menjadi penyebab utama dilakukannya
pemilwa ulang.
Menurut salah satu
mahasiswa yang enggan disebutkan namanya, Lembaga
Kemahasiswaan (LK) yang kurang memberikan feedback konkrit bagi
mahasiswa juga menjadi penyebab lain dilakukannya pemilwa ulang.
Wakil Rektor 3 Bidang
Kemahasiswaan, Wakhrodi, MSI mengungkapkan baru kali ini terjadi pemasangan
paslon tunggal, periode sebelumnya berjalan normal. Artinya tingkat partisipasi
mahasiswa cukup tinggi.
“Normalnya, mahasiswa punya obsesi yang tinggi dan biasanya cukup banyak yang berpartisipasi.
Tetapi sejauh ini setelah HMPS melakukan beberapa tahapan dari pendaftaran, kampanye dan seterusnya, ternyata partai-partai pengusung tidak
mendapatkan calon lebih dari satu,” ungkap Wakhrodi.
Menurutnya hal ini
terjadi karena beberapa hal diantaranya unsur pragmatisme mahasiswa yang menganggap bahwa belajar hanya kuliah semata.
“Tapi kalau mahasiswa yang paham kita butuh jaringan, kita butuh belajar pada
bidang lain, kita butuh pengalaman, kita butuh berlatih
mengorganisir, ya organisasi sebenarnya penting,”
katanya.
Selain pragmatisme,
pandemi selama kurang lebih 2 tahun cukup memberikan dampak yang besar. Di mana
siswa kelas menengah atas masuk ke dalam fase kelas online yang mengakibatkan
minimnya kompetisi.
“Jadi mungkin efek itu (pandemi) juga, jadi banyak faktor. Kasus ini baru
ada tahun ini,” imbuhnya.
Selain itu, berdasarkan Undang-undang
Pemilwa Tentang Peserta Pemilihian Umum Mahasiswa yang tertuang dalam Bab II
Pasa 5, ayat 1 dan 2 keterlibatan mahasiswa hanya terbatas pada pemenuhan hak
suara.
Sedangkan hak melakukan pengawasan atas
potensi adanya kecurangan yang terjadi serta melaporkan kecurangan tersebut
kepada Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) sebagai lembaga yang bertugas
mengawasi proses Pemilwa tidak terakomodir dalam UU Pemilwa.
Idealnya keterlibatan mahasiswa
dalam pemilwa tidak hanya sekedar datang dan memilih, tetapi juga turut
melakukan pengawasan atas potensi adanya kecurangan yang terjadi serta
melaporkan kecurangan tersebut kepada Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu)
sebagai lembaga yang bertugas mengawasi proses Pemilwa.
Mengenai animo mahasiswa terhadap pemilwa tahun ini, Saib menilai memang terjadi penurunan drastis dari
tahun-tahun sebelumnya.
Hal tersebut dibuktikan dengan sepinya antrian Mahasiswa di TPS (tempat
pemungutan suara) untuk mencoblos calon yang didukung.
"Saya pribadi sangat menyayangkan
adanya paslon tunggal. Bahkan ada beberapa LK yang terancam vakum karena tidak ada yang
mencalonkan diri seperti Dema Fakultas Syariah," tutur Ketua
KPM 2023
Menurutnya antusiasme mahasiswa dalam PEMILWA tahun 2023 menurun dari tahun sebelumnya, yang awalnya
dulu mendapat suara sekitar 900an sekarang menjadi 700an.
"Mahasiswa IPMAFA itu kurang banget
minat organisasi, mencoblos saja jarang yang datang," papar Fika Mahasiswi PGMI yang juga panitia pelaksana KPM.
Sementara itu muncul pendapat lain dari salah satu partai mengenai fenomena paslon tunggal terjadi karena usaha
partai dalam mengajukan beberapa kandidat kurang berhasil.
"Kebanyakan teman-teman yang dibilang mampu
dalam memimpin sebuah organisasi malah tidak berkenan ikut bergabung. Ada yang
bilang kapok ikut organisasi di IPMAFA," tegas Aida Mahasiswa PGMI saat
diwawancarai online oleh tim Analisa pada 4/06/2023. (Kamal/Ummi/Aen-02/Uha-01)
0 Komentar