LITERASI: Sebuah Implementasi Jihad Peradaban

 

Manusia tercipta dari setetes air sperma yang berproses dalam rahim seorang ibu. Seiring berjalannya waktu, ia dilahirkan dalam keadaan bodoh. Hal ini mengisyaratkan bahwa manusia yang terlahirkan sama dengan bayi-bayi hewan yang dilahirkan. Perlu digaris bawahi, bahwa manusia menyamai hewan hanya terbatas pada kebodohan seketika dilahirkan. Hal ini dikarenakan manusia seketika dilahirkan dalam keadaan tanpa pengetahuan.

Sedangkan yang menjadi jurang pemisah sehingga tampak perbedaan antara manusia dengan hewan adalah manusia dibekali potensi akal yang sangat istimewa yang tidak dimiliki makhluk lain seperti hewan.

Dengan potensi akal tersebut manusia berkembang secara kontinu dari mengamati, belajar dan menganalisa, serta pada puncaknya manusia dapat menciptakan sebuah peradaban yang sangat maju, terbukti hanya manusialah yang dapat menguasai dan mengendalikan hukum kausalitas yang terdapat dalam alam raya ini. Dari sini, pantaslah manusia menjadi satu- satunya makhluk yang paling dimuliakan oleh Allah SWT sehinga digelari sebagai pemangku bumi, yang artinya ditangan manusialah keberlangsungan hidup alam raya ini, yang berimplikasi baik dan buruknya, sehat dan sakitnya, rusak dan lestarinya alam ini, terserah tangan-tangan manusia.

Mencapai peradaban yang maju tidak semudah membalikkan telapak tangan. Memang benar, bahwa manusia diberi bekal potensi akal untuk mencapai sebuah peradaban maju. Lantas, apakah benar potensi akal sudah dimanfaatkan dan dieksploitasi besar-besaran oleh manusia?. Fakta sejarah mencatat, bahwa hanya sedikit bangsa yang dapat mencapai peradaban maju. Fakta sejarah ini dapat mewakili jawaban dari pertanyaan diatas.

Mengasah kemampuan akal dibutuhkan belajar dan membaca. Karena membaca banyak sekali manfaatnya. Di antara manfaat membaca adalah mendapatkan informasi aktual, meningkatkan intelektual, memuaskan batin dan mengembangkan diri. membaca dalam Manfaat rangka mengeksploitasi akal untuk menuju peradaban maju, dapat diartikan bahwa membaca sebagai sebuah media untuk mengembangkan akal, menemukan ide-ide baru dan inspirasi-inspirasi penting yang mendorong dan memperlancar daya pikir manusia. Sehingga manusia akan memperoleh kemajuan dalam bidang agama, ekonomi, politik dan sosial-budaya.

Sejarah mencatat bahwa sejak ditemukannya seni baca-tulis, manusia/bangsa dapat mencapai puncak peradabannya dengan mulus, dan melalui baca-tulis manusia melahirkan 27 peradaban yang dimulai dari bangsa Sameria sampai peradaban sekarang ini. Oleh sebab itu, membaca dan menulis menjadi jurus terampuh untuk menaklukkan dan menguasai sebuah peradaban.

Untuk menyukseskan faktor penyebab pembentuk peradaban yakni membaca dan menulis dibutuhkan iklim dan kondisi yang mendukung berjalannya kegiatan tersebut. Sebagian filosof berpendapat bahwa manusia adalah produk keadaan bukan produk keinginan manusia sendiri.

Berbicara tentang membaca dan menulis agaknya tidak mungkin meninggalkann sosok ideal dari mahasiswa. Pasalnya, mereka adalah kelompok menjadikan yang aktif dan literasi sebagai kewajiban. Selain itu, mahasiswa hidup di lingkungan kampus yang tidak asing tentang membaca dan menulis, sebab tugas yang diberikan dosen kepada mahasiswa pada umumnya berupa tulisan, dan pastinya untuk mengerjakan tugas tersebut, mereka harus membaca terlebih dahulu. Agaknya, dengan kearah tugas yang memerlukan membaca, mereka dianggap sebagai seorang yang rajin membaca. Mengingat setiap semester, mahasiswa dalam perkuliahan diharuskan menyelesaikan tugas-tugas di setiap makul yang memaksa mereka untuk atau membaca. Hal ini, berlangsung sampai minimal delapan semester. Bahkan di akhir perkuliahannya, dianggap mereka diwajibkan membuat karya tulis dengan sistem yang sangat ketat sebagai hasil dari pembacaan dan pemahaman tentang teori-teori. Maka tidak heran, jika harapan- harapan masyarakat melambung tinggi dibebankan pada pundak sendiri.

Selain rajin membaca dan menulis, mahasiswa yang pada umumnya masih muda seringkali biaya. kehidupan ditanggung oleh orang tua mejadikannya sosok yang bebas dalam memanajemen waktu. Sebab tanpa memikirkan biaya hidup, membuat mahasiswa mempunyai waktu yang lebih banyak dibandingkan orang lain. Situasi ini, sangat memungkinkan bagi mereka untuk membaca dan meyusun strategi dalam rangka perubahan yang lebih baik di tengah bangsa. Dan pada akhirnya sangatlah pantas dijuluki sebagi generasi milenial.

Transformasi atau perubahan lebih baik sehingga mengarah pada peradaban maju dapat diaplikasikan mahasiswa dan yang paling relevan di era sekarang ini adalah membubuhkan tinta dalam lembaran buku sebagai penggiat literasi. Mengingat pengerahan masa demonstrasi seringkali dimanfaatkan oleh politisi untuk menumbangkan lawan politik yang mengganggu kerakusannya. Perlu diinggat, membudayakan literasi bukan hanya untuk transformasi saja, namun menjadi wahana bagi mahasiswa untuk meningkatkan kualitas kemahasiswaan bagi mahasiswa itu.

Jadi, jihad suci mahasiswa sekarang ini tidak lain adalah memberdayakan dan dan membudayakan literasi dengan membaca, memahami dan menulis ide-ide demi peradaban yang lebih baik, serta tidak puas dengan tugas wajib berupa makalah dan lain sebagainya. (Muntoha)

0 Komentar