Ketika sang dara datang menapak jalan kayangan
Kumandang lirih menggerakkan kakinya
Ketika pula ia termangu dalam ketidak pastian
Jalan dihadapan masih sangatlah panjang
Tak terasa air matanya jatuh
Langkahnya tersudut lalu tersimpuh
Meratapi warna jingga yang selalu puitis
Menggumam dalam, mendikte kalbunya yang memiris
"ini aku yang menyebut nama-Mu"
Dalam iba senja menjelang hening malam
Ia sang perindu yang tersyair
Karyanya syahdu dalam lantunan syair malam
Dialah sang punjangga yang terlempar
Rapat terkurung dalam keterasingan
Diantara tembok-tembok yang mengekang
Menggumam dalam, dalam penjara suci
"inilah aku yang menyebut nama-Mu"
Memenjara dalam pesona senja-Mu yang puitis
Mengoles kertas dengan tinta jingga catatan senja
Agar siang dan senja ikut merenunginya
Ia membagi syair-syair dengan sepenuh jiwa
Mengekang nafsu dalam tembok-tembok batu
"Wahai segala pujangga"
"Kutitipkan syair rinduku yang menggema"
"Akan kuambil kembali esok"
"Saat terbuka dinding-dinding ini"
"inilah aku yang menyebut nama-Mu"
Dengan Bulat tekat,
Ia memenjara
Dalam pesona senja-Mu yang puitis
Bismillah.
(Azka)
(Azka)
0 Komentar