Konsistensi Pluralisme Desa Banyutowo

ANALISA - Pluralisme merupakan sesuatu yang sangat istimewa dalam mewujudkan koridor kerukunan. Hal ini bisa dibuktikan oleh warga Desa Banyutowo. Meski beragam agama, desa tersebut, mampu menjaga kerukunan dengan baik. Ketetapan dan kemantapan dalam menjaga kerukunan antar pemeluk agama terbangun sangat apik dari para pemuka agama sampai para nelayan di desa yang terdapat dua geraja dan satu masjid ini.
Salah satu tokoh pluralisme Desa Banyutowo KH Ahmad Fauzi mengatakan, ”kepercayaan warga Desa Banyutowo ini beragam, mulai dari Agama Islam, Kristen Katolik,  Kristen Protestan. Jumlahnya pun beragam. Islam 48 %, Kristen Katholik 51%, dan Kristen Protestan 1%.”
Sebagaimana diungkapkan pendeta Sukodono, perbandingan antara umat Islam dan Kristen hampir sama di desa ini, berkisar antara 47% : 53%. Umat Kristen, sebagian besar merupakan penduduk asli Desa Banyutowo, sedangkan pemeluk agama Islam yang tinggal di pesisir Banyutowo merupakan pendatang dari Tuban, Indramayu, dan Rembang. Menurutnya, tokoh Islam dan Kristen di desa yang mayoritas mata pencahariannya nelayan ini masih mempunyai hubungan kekerabatan.
Pendeta Sukodono menambahkan, toleransi antar umat beragama Desa Banyutowo dapat terjaga dengan baik. Di antara kedua pemeluk agama tidak canggung-canggung dan kerap kali saling membantu sesama. Misalnya Apabila ada warga yang meninggal, baik itu kristen atau muslim mereka terbiasa datang untuk mengucapkan bela sungkawa.
Pada hari raya idul fitri, umat Kristen juga ikut berkeliling desa untuk bersilaturahim, dan umat Islam juga bersilaturahim ke rumah–rumah orang Kristen,” tutur pendeta Sukodono.
KH Ahmad Fauzi juga menjelaskan, jika ada salah satu warga yang mengadakan tasyakuran atau hajatan, baik yang menyelenggarakan dari Agama Islam maupun Kristen, maka semua aktivitas yang ada berhenti total tanpa intruksi dari intansi terkait. Warga pun serempak berduyun-duyun membantu yang mempunyai hajat tersebut.
Selain kerukunan umat beragama, ada juga keistimewaan dari adanya pluralisme di desa pesisir utara laut Jawa ini. Yakni semangat kebersamaan yang terwujud dalam bentuk gotong-royong terlihat begitu kental terasa,” tutur Kepala Desa Banyutowo Muktari.
Tidak ada moto khusus yang digunakan sebagai simbol atau semboyan kerukunan antara pemeluk agama di desa ini. Namun semua warganya seolah mempunyai kesadaran untuk menjaga keharmonisan antar umat beragama di desa ini.
 ”Uniknya lagi, pemakaman Muslim dan Kristen di desa ini dijadikan satu tempat pemakaman atau berdampingan,” tambah pendeta Sukodono.” ¨ Ma’ruf, Mudhofar, Carolina.

0 Komentar